SARINAH DAN PEREMPUAN
INDONESIA
Oleh : Eki Robbi Kusuma
Tulisan
ini pernah dimuat dalam Harian Surya cetak 25 September 2012
“Masalah perempuan bukan masalah semata-mata perempuan
melainkan masalah bersama antara laki-laki dan perempuan, sudah saatnya
laki-laki dan perempuan bersatu karena indonesia membutuhkan kita untuk maju”.
Kurang lebih begitulah yang dikatakan oleh Yuda Irlang, pembicara dalam acara
bedah buku Sarinah karya Ir. Sukarno pada hari kamis (13/9) di Auditorium UPT
Perpustakaan Bung Karno Blitar.
Acara bedah buku ini diadakan oleh UPT Perpustakaan
Bung Karno Blitar menghadirkan pembicara Yuda Irlang (aktivis organisasi
pergerakan perempuan) dan Prof. Dr. Sam
Abede, MM, MH. Acara yang mengangkat
buku Sarinah untuk dibedah dan mengetengahkan persoalan perempuan pada umumnya.
Sebuah pembicaraan dan kajian yang sangat jarang
kita temui karena yang dibicarakan dalam acara tersebut adalah mengenai buku
Sarinah yang merupakan kumpulan tulisan Sukarno dari memberikan “kursus wanita”
di Yogyakarta dengan kondisi zaman dimana perempuan belum terposisikan
sebagaimana mestinya bagi Sukarno. Menurut Sukarno laki-laki dan perempuan
harus seiring sejalan , tetapi masing-masing menurut kodratnya sendiri. Prof Sam Abede mengulasnya dengan kondisi
zamannya yang dikhawatirkan adalah perilaku perempuan yang kelewat batas yang
melawan kodrat. Apa kodrat sebenarnya? Apakah urusan perempuan yang dimaksud
kasur, sumur dan dapur itu kodrat? Diulas menarik oleh pembicara.
Di sisi pembicaraan lain oleh Yuda Irlang, banyak
menyoal partisipasi politik perempuan. Selain persoalan yang membelit kaum
perempuan Indonesia. Sejauh ini pembicara menjadi aktivis perempuan tertampung
banyak ketidaksesuaian wacana dan praktek mengenai pratisipasi politik
perempuan dalam politik. Dari mulai gerakan perempuan di tingkat lokal maupun
nasional yang dicontohkan beliau adalah PKK (Program Kesejahteraan Keluarga)
yang sulit sekali disadarkan akan posisinya dalam politik. Kegiatannya ya,
hanya soal domestik saja dan cenderung pasif . Bukan berarti posisi politik untuk
menjadi pendukung partai-partai politik tetapi bagaimana mereka bergerak untuk
memerjuangkan nasib perempuan yang masih tersisihkan.
Bagaimana perempuan bisa mencapai kesetaraan gender jika kualitas perempuan Indonesia
masih belum melek politik dan sadar
posisi sebagai warga negara. Bagaimana kuota 30 % parlemen dapat terpenuhi jika
kualitas perempuan saja diragukan? Semua perlu dilakukan gerakan bersama
perempuan karena Yuda Irlang berkeyakinan perempuan adalah pilar pembangunan
bangsa. Karena perempuanlah (ibu) yang mencetak generasi-generasi penerus
bangsa ini. Jika perempuan kuat secara pengetahuan dan kepribadian maka ketika
mereka mendidik anak akan sangat mungkin kualitas anak juga baik pula.
Hanya
saja, dalam kenyataannya semua menjadi antara ada dan tiada. Gerakan perempuan
telah dihajar habis-habisan dengan wacana yang negatif bahwa gerakan perempuan
adalah gerakan melawan laki-laki atau melawan suami jika bisa dikatakan
demikian. Sehingga gerakan-gerakan ini semakin dijauhi dari perempuan sendiri
dan penolakan beberapa laki-laki yang tidak mau tahu dengan kemajuan pasangan
hidupnya. Bahkan di tingkat mahasiswa pun, amat jarang gerakan berbasis
perempuan ada. sehingga, bibit-bibit organisasi gerakan dan pemikiran perempuan
itu sulit dicari secara nyata, tetapi bukan berarti tidak ada.
Solusi dari tantangan perempuan adalah kesadaran
perempuan sendiri akan peran dan posisinya sebagai warga negara. Perempuan
harus bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan, seperti yang dicita-citakan
Kartini dengan emansipasinya yang telah dilupakan. Tentang bagaimana seharusnya
perempuan menuju kemajuan dengan tidak hanya berpengetahuan tapi juga
berkepribadian.
Di akhir saya kembali mengutip kata penutup dari
Yuda Irlang di awal tulisan ini, bahwa “Masalah perempuan bukan masalah
semata-mata perempuan melainkan masalah bersama antara laki-laki dan
perempuan...”. sehingga jelaslah ini
tanggung jawab bersama. Bukankah kita dilahirkan dari rahim seorang perempuan?
Sudah selayaknya perempuan yang melahirkan kita ke dunia diposisikan
sebagaimana mestinya yang kuat secara pengetahuan dan kepribadian untuk
kemajuan bangsa dan negara.