Negeri tanpa tujuan
Oleh : Eki Robbi Kusuma*
Tan Malaka dalam buku
berjudul aksi massa tahun 1926 menuliskan : “Akuilah
dengan yang putih bersih, bahwa kamu sanggup dan mesti belajar dari orang
Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru orang Barat, melainkan seorang murid dari
Timur yang cerdas, suka memenuhi kemauan alam dan seterusnya dapat melebihi
kepintaran guru-gurunya di Barat.”
Mungkin benar apa
yang dikatakan Tan Malaka bahwa kita diajak untuk mengakui dengan hati yang
bersih untuk belajar dari orang Barat. Demikian orang barat dengan senjatanya
yang rasional dapat mengubah dunia. Hanya saja sebagai murid haruslah cerdas
dalam belajar tidak semata-mata hanya menjadi peniru.
Tan Malaka menulisnya
jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebuah tulisan yang menjadi dasar perjuangan
bagi mereka yang ingin merdeka dari penjajahan. Selain itu juga ada tokoh-tokoh
nasional lainnya yang menulis mengenai alasan dan dasar Indonesia harus
merdeka.
Tahun demi tahun
dilewati dan penantian itu tiba pada jum’at 17 agustus 1945 dimana Bung karno
dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan sedikit
paksaan dari golongan muda yang kita kenal dengan peristiwa Rengasdengklok.
Generasi
sebelum proklamasi
Generasi
sebelum proklamasi menuliskan semua ide, gagasan dalam sebuah tulisan untuk
dijadikan pedoman bertindak menuju kemerdekaan. Sebuah tujuan bersama yang
digelorakan keseluruh negeri yang terjajah rakyatnya dan sebagian besar buta
huruf.
Sebuah
perjuangan yang mungkin sulit tetapi mungkin untuk dilakukan karena mereka
memiliki tujuan bersama yaitu merdeka. Hari ini Jum’t (17/8) tepat 67 tahun sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia,
tidak ada yang tersisa dari cita-cita para pendahulu yang meletakkan dasar
tujuan alasan Indonesia harus merdeka. Semua dibolak-balikkan untuk kepentingan
sendiri tanpa memikirkan nasib rakyat.
Dulu
para pemimpin bangsa tidak hanya seorang pejuang tetapi juga pemikir dan mereka
didaulat sebagai pemimpin. Pemimpin yang tidak hanya mementingkan dirinya saja
tetapi juga nasib bangsanya. Mereka berpikir jauh mendahului zamannya dan memberikan
rakyat yang teraniaya sebuah harapan untuk bergerak ke arah perubahan. Berbeda
sekali dengan kondisi saat ini ditambah ulah para pemimpin yang tidak sedikit
dari mereka bukan seorang pemikir yang visioner. Jangankan berjuang, berpikir
saja sudah enggan.
Pemikir
dan pemimpin
Kunci dari generasi sebelum
proklamasi adalah mereka adalah pemikir yang tidak hanya memikirkan dirinya
sendiri, kelompok, kelas atau golongannya tetapi mereka memikirkan nasib rakyat
bangsanya. Selain itu tujuan bersama menjadikan kekuatan rakyat bisa
dimobilisasi untuk mewujudkan cita-cita bersama di bawah pemimpin yang
visioner.
Sayangnya,
setelah kejatuahan orde lama digantikan orde baru semua menjadi berubah 180
derajat. Pemikiran kemerdekaan 100% Tan Malaka, konsep trisakti Bung Karno di
jungkir balikkan. Modal asing masuk begitu derasnya dan kekayaan Indonesia
dikeruk lagi oleh kapitalisme global.
Para
pendiri bangsa yang bisa kita sebut negarawan sejati seperti Soekarno, Hatta,
Tan Malaka telah tiada. Pepatah mati satu tumbuh seribu sepertinya tidak
berlaku bagi regenerasi pemimpin kita. Pemimpin sekarang sibuk dengan
memperkaya diri sendiri. Perempuan-perempuan penghibur dan segenap akal-akalan
politik untuk mengelabui rakyat dan menikam rakyat dari belakang.
Apakah
kita sebagai bangsa sudah banyak belajar dari sejarah? Alih-alih belajar,
membacanya saja enggan. Semuanya menjadi tidak karuan dengan tidak adanya
tujuan dan cita-cita bersama. Setiap HUT kemerdekaan wacana mengisi kemerdekaan
terus dikumandangkan dan itu adalah pengaburan tujuan kita sebagai bangsa dan
negara yang telah merdeka.
Silahkan
tanya pada anak-anak sekolah atau siapapun di negeri ini apa tujuan kita
setelah merdeka? Jawabannya pasti kita sebagai generasi penerus harus mengisi
kemerdekaan. Nah, mengisi kemerdekaan dengan apa? Sepertinya semua menjadi
kacau dan tidak ada pegangan kuat kemana nasib bangsa ini akan ditujukan.
Refleksi
dan solusi
Enam
puluh tujuh tahun, sudah saatnya rakyat yang harus merdeka. Mengambil peran
membangun bangsa. Reformasi telah memberi ruang yang cukup untuk kita berpikir
setelah orde baru yang diktator dan mengekang semua kehendak rakyat.
Reformasi
tidak akan berhasil tanpa ada pemikir yang menunjukkan arah kemana harus berjalan.
Sekarang mungkin lebih baik dari masa sebelum kemerdekaan tetapi kenapa sulit
untuk mencari seorang pemikir seperti Tan Malaka dan pemimpin seperti Soekarno
dan Hatta.
Setidaknya
sudah banyak yang bisa baca tulis tetapi tidak sedikit dari mereka rabun
membaca dan lumpuh menulis. Semua seperti membisu dalam hiruk pikuk dunia yang
sekarang serba cepat dengan istilah globalisasi.
Tanpa
tujuan berarti tanpa arah dan akan mudah terombang-ambing. Reformasi ini tidak
akan menemukan titik yang dikehendaki hingga rakyat menjerit kesakitan pun tak
peduli. Semua berjalan seperti angin lalu jika mereka yang sadar tidak berpikir
untuk bergerak. Semuanya memikirkan keselamatan diri sendiri tanpa memikirkan
nasib yang lain. jika terus seperti ini semua akan mencapai titik nadir yang
akan melahirkan sebuah revolusi baru dan tidak ada yang bisa dilakukan selain
anarkisme.
Kita
mungkin telah banyak belajar dari barat, tapi apa yang dapat kita terapkan di
negeri ini? apakah kita telah belajar dengan cerdas seperti kata Tan Malaka di
atas? Semua kembali pada kita sebagai bangsa Indonesia. Tan Malaka, Soekarno,
Hatta dan semua tokoh nasional kita mungkin telah tiada tetapi pemikirannya
tidak akan usang termakan masa. Mereka yang meletakkkan dasar pemikiran
Indonesia merdeka, mereka yang membangun dengan darah dan air mata. Apa yang
dapat diperbuat adalah menghidupkan pemikiran mereka dengan membaca dan
merenungkan semua hal yang menjadi cita-cita Indonesia merdeka. Dengan itu kita
tidak kehilangan arah karena kita tahu kenapa Indonesia merdeka dan kemana kita
setelah merdeka harus berjalan. Semoga
ini bisa menjadi bahan renungan pada momentum HUT RI yang ke 67.
*Penulis adalah Ketua GMNI Cabang Malang periode 2013-2015. tulisan ini pernah di sampaikan dalam beberapa diskusi saat menjelang peringatan HUT RI ke-67 tahun 2012 silam.