Friday, December 27, 2013

Negeri tanpa tujuan



Negeri tanpa tujuan
Oleh : Eki Robbi Kusuma*

Tan Malaka dalam buku berjudul aksi massa tahun 1926 menuliskan : “Akuilah dengan yang putih bersih, bahwa kamu sanggup dan mesti belajar dari orang Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru orang Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang cerdas, suka memenuhi kemauan alam dan seterusnya dapat melebihi kepintaran guru-gurunya di Barat.”
Mungkin benar apa yang dikatakan Tan Malaka bahwa kita diajak untuk mengakui dengan hati yang bersih untuk belajar dari orang Barat. Demikian orang barat dengan senjatanya yang rasional dapat mengubah dunia. Hanya saja sebagai murid haruslah cerdas dalam belajar tidak semata-mata hanya menjadi peniru.
Tan Malaka menulisnya jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebuah tulisan yang menjadi dasar perjuangan bagi mereka yang ingin merdeka dari penjajahan. Selain itu juga ada tokoh-tokoh nasional lainnya yang menulis mengenai alasan dan dasar Indonesia harus merdeka.
Tahun demi tahun dilewati dan penantian itu tiba pada jum’at 17 agustus 1945 dimana Bung karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan sedikit paksaan dari golongan muda yang kita kenal dengan peristiwa Rengasdengklok.

Generasi sebelum proklamasi
                Generasi sebelum proklamasi menuliskan semua ide, gagasan dalam sebuah tulisan untuk dijadikan pedoman bertindak menuju kemerdekaan. Sebuah tujuan bersama yang digelorakan keseluruh negeri yang terjajah rakyatnya dan sebagian besar buta huruf.
                Sebuah perjuangan yang mungkin sulit tetapi mungkin untuk dilakukan karena mereka memiliki tujuan bersama yaitu merdeka. Hari ini Jum’t (17/8) tepat  67 tahun sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak ada yang tersisa dari cita-cita para pendahulu yang meletakkan dasar tujuan alasan Indonesia harus merdeka. Semua dibolak-balikkan untuk kepentingan sendiri tanpa memikirkan nasib rakyat.
                Dulu para pemimpin bangsa tidak hanya seorang pejuang tetapi juga pemikir dan mereka didaulat sebagai pemimpin. Pemimpin yang tidak hanya mementingkan dirinya saja tetapi juga nasib bangsanya. Mereka berpikir jauh mendahului zamannya dan memberikan rakyat yang teraniaya sebuah harapan untuk bergerak ke arah perubahan. Berbeda sekali dengan kondisi saat ini ditambah ulah para pemimpin yang tidak sedikit dari mereka bukan seorang pemikir yang visioner. Jangankan berjuang, berpikir saja sudah enggan.

Pemikir dan pemimpin
                Kunci dari generasi sebelum proklamasi adalah mereka adalah pemikir yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, kelompok, kelas atau golongannya tetapi mereka memikirkan nasib rakyat bangsanya. Selain itu tujuan bersama menjadikan kekuatan rakyat bisa dimobilisasi untuk mewujudkan cita-cita bersama di bawah pemimpin yang visioner.
                Sayangnya, setelah kejatuahan orde lama digantikan orde baru semua menjadi berubah 180 derajat. Pemikiran kemerdekaan 100% Tan Malaka, konsep trisakti Bung Karno di jungkir balikkan. Modal asing masuk begitu derasnya dan kekayaan Indonesia dikeruk lagi oleh kapitalisme global.
                Para pendiri bangsa yang bisa kita sebut negarawan sejati seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka telah tiada. Pepatah mati satu tumbuh seribu sepertinya tidak berlaku bagi regenerasi pemimpin kita. Pemimpin sekarang sibuk dengan memperkaya diri sendiri. Perempuan-perempuan penghibur dan segenap akal-akalan politik untuk mengelabui rakyat dan menikam rakyat dari belakang.
                Apakah kita sebagai bangsa sudah banyak belajar dari sejarah? Alih-alih belajar, membacanya saja enggan. Semuanya menjadi tidak karuan dengan tidak adanya tujuan dan cita-cita bersama. Setiap HUT kemerdekaan wacana mengisi kemerdekaan terus dikumandangkan dan itu adalah pengaburan tujuan kita sebagai bangsa dan negara yang telah merdeka.
                Silahkan tanya pada anak-anak sekolah atau siapapun di negeri ini apa tujuan kita setelah merdeka? Jawabannya pasti kita sebagai generasi penerus harus mengisi kemerdekaan. Nah, mengisi kemerdekaan dengan apa? Sepertinya semua menjadi kacau dan tidak ada pegangan kuat kemana nasib bangsa ini akan ditujukan.

Refleksi dan solusi
                Enam puluh tujuh tahun, sudah saatnya rakyat yang harus merdeka. Mengambil peran membangun bangsa. Reformasi telah memberi ruang yang cukup untuk kita berpikir setelah orde baru yang diktator dan mengekang semua kehendak rakyat.
                Reformasi tidak akan berhasil tanpa ada pemikir yang menunjukkan arah kemana harus berjalan. Sekarang mungkin lebih baik dari masa sebelum kemerdekaan tetapi kenapa sulit untuk mencari seorang pemikir seperti Tan Malaka dan pemimpin seperti Soekarno dan Hatta.
                Setidaknya sudah banyak yang bisa baca tulis tetapi tidak sedikit dari mereka rabun membaca dan lumpuh menulis. Semua seperti membisu dalam hiruk pikuk dunia yang sekarang serba cepat dengan istilah globalisasi.
                Tanpa tujuan berarti tanpa arah dan akan mudah terombang-ambing. Reformasi ini tidak akan menemukan titik yang dikehendaki hingga rakyat menjerit kesakitan pun tak peduli. Semua berjalan seperti angin lalu jika mereka yang sadar tidak berpikir untuk bergerak. Semuanya memikirkan keselamatan diri sendiri tanpa memikirkan nasib yang lain. jika terus seperti ini semua akan mencapai titik nadir yang akan melahirkan sebuah revolusi baru dan tidak ada yang bisa dilakukan selain anarkisme.
                Kita mungkin telah banyak belajar dari barat, tapi apa yang dapat kita terapkan di negeri ini? apakah kita telah belajar dengan cerdas seperti kata Tan Malaka di atas? Semua kembali pada kita sebagai bangsa Indonesia. Tan Malaka, Soekarno, Hatta dan semua tokoh nasional kita mungkin telah tiada tetapi pemikirannya tidak akan usang termakan masa. Mereka yang meletakkkan dasar pemikiran Indonesia merdeka, mereka yang membangun dengan darah dan air mata. Apa yang dapat diperbuat adalah menghidupkan pemikiran mereka dengan membaca dan merenungkan semua hal yang menjadi cita-cita Indonesia merdeka. Dengan itu kita tidak kehilangan arah karena kita tahu kenapa Indonesia merdeka dan kemana kita setelah merdeka harus berjalan.  Semoga ini bisa menjadi bahan renungan pada momentum HUT RI yang ke 67.

*Penulis adalah Ketua GMNI Cabang Malang periode 2013-2015. tulisan ini pernah di sampaikan dalam beberapa diskusi saat menjelang peringatan HUT RI ke-67 tahun 2012 silam.