Friday, December 27, 2013

GERAKAN MAHASISWA DI TENGAH IDEOLOGI TRANSNASIONAL

GERAKAN MAHASISWA DI TENGAH IDEOLOGI TRANSNASIONAL
Oleh: Eki Robbi Kusuma*
artikel ini pernah disampaikan pada diskusi lintas OMEK (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus) di Universitas Islam Malang pada 6 Juni 2012.


Pendahuluan
 
                 14 tahun setelah reformasi di negeri ini dan menjadi masa dinanti oleh rakyat indonesia. Rezim orde baru telah tumbang, mahasiswa menjadi motor penggerak dengan peristiwa 1998 yang tercatat dalam sejarah bangsa ini. Cita-cita akan sebuah negeri yang demokratis, makmur dan sejahtera menjadi angan-angan indah yang perlu diperjuangkan bersama dan cita- cita itu telah genap 14 tahuan. Apakah cita-cita itu telah tercapai setelah reformasi?
                 
               Ironis jika kita melihat kondisi saat ini yang berbanding terbalik dengan cita-cita reformasi untuk mewujudkan masyarakat adil sejahtera lepas dari rezim otoriter orde baru. APBN untuk pendidikan naik 20% tetapi biaya pendidikan di tingkat pelaksanaan berbanding terbalik malah semakin tinggi. Kasus korupsi tidak hanya menimpa para elite ditingkat pelaksanaan saja tetapi ditingkat perencanaan semakin menggila dengan terbongkarnya kasus Nazaruddin yang masih hangat, bahkan akan menyusul kasus Hambalang. Dalam perencanaan saja sudah ada kongkalikong bagi hasil uang rakyat dan belum lagi korupsi pada tahap pelaksanaannya, semakin ngeri jika kita mencermati kasus-kasus korupsi pejabat negeri ini. Anggota DPR tidak mau kalah, mereka berplesir ke luar negeri dengan dalaih untuk studi banding, membangun gedung mewah, mobil mewah sedangkan rakyat yang mereka wakili menderita bagai hewan melata yang bisa diinjak oleh mereka setiap saat. Ada guyonan bahwa negara kita kan sistemnya perwakilan, jadi jika rakyat ingin kaya cukup diwakilkan oleh wakil rakyat.

                Pertanyaan mendasarnya adalah dimana para mahasiswa mewakili rakyat menumbangkan rezim Orde Baru dan menyebut mereka pahlawan reformasi? Apakah mereka sudah empuknya kursi sehingga mereka lupa dengan apa yang mereka perjuangkan? Dan dimana mahasiswa saat ini? Bak, seorang dewa penyelamat yang ditunggu-tunggu datangnya untuk menyelamatkan sebuah negeeri yang sudah amburadul. Sudah selayaknya mereka keluar turun gunung membantgu rakyat menemukan jalannya dan menyelamatkan Demokrasi yang telah diperkosa ramai-ramai, dari moral pejabat negeri ini hingga konstelasi global yang menjadikan Indonesia yang kita cintai lahan basah mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.


Posisi Mahasiswa

          Mahasiswa menjadi golongan yang memiliki posisi penting dalam proses perubahan terutama di Indonesia, sejauh sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Sejak 1908, ditandai dengan berdirinya Budi Utomo hingga sekarang terjadi dinamika dalam gerakan mahasiswa yang menyangkut posisi mahasiswa. Jika kita melihat fakta-fakta historis mengenai gerakan mahasiswa di negeri ini, posisi mahasiswa menjadi titik centrum perubahan. Titik centrum itu dikarenakan merekalah golongan yang tercerahkan melalui pendidikan modern pada zaman pergerakan nasional dan di tangan merekalah Indonesia mencapai kemerdekaan. Mahasiswa pada saat pergerakan menjadi motor penggerak utama yang tidak lepas dari keresahan-keresahan rakyat yang tertindas oleh kolonialisme dan imperialisme.

          Bagaimana dengan posisi mahasiswa saat ini? Sedikit ulasan di atas akan coba kita komparasikan dengan saat ini dan lebih khusunya setelah reformasi. Jika dulu mahasiswa pergerakan adalah golongan yang tercerahkan tetapi seiring dengan perjalanan bangsa ini, pendidikan menjadi dapat diakses oleh semua kalangan, menjadikan mahasiswa tidak hanya satu-satunya golongan yang dapat menjadi motor perubahan. Banyak organisasi-organisasi kemasyarakatan yang menjadi motor perubahan, Gerakan buruh, misalnya.

          Mahasiswa ditengah-tengah kemasyarakatan diharapakan mampu berperan dalam ranah sosial-politik khususnya. Peranan itu dikarenakan kontrol media massa di saat kebebasan demokrasi ini menjadi banyak timpang karena mereka tidak sedikit yang memihak pada kepentingan. Media massa tidak bisa netral melihat suatu permasalahan sosial-politik, karena tidak sedikit yang dibiayai para politisi. Tidak lain mahasiswa harus mengambil peran netral dan penyalur keresahan-keresahan rakyat, sehingga mahasiswa menjadi benar-benar wakil rakyat dan menyuarakan suara rakyat, bukan kepentingan politis atau eksistensi organisasi semata, atau bahkan pesanan politisi.

Kondisi Mahasiswa saat ini.

           Secara obyektif, gerakan mahasiswa saat ini dirasakan sedang mengalami dinamikanya yang berat. Perubahan masyarakat menjadi sorotan analisis saya melihat kasus dinamika mahasiswa yang menurun saat ini. Demonstrasi mahasiswa yang banyak berujung kekerasan menjadi hujatan banyak pihak. Masih dekat dengan kita tentang demonstrasi kenaikan BBM (bahan bakar minyak) yang menjadi topik utama setiap media massa di negeri ini. Banyak dari mahasiswa yang melakukan aksi turun jalan dicaci tapi tidak sedikit pula yang dipuji. Kenapa dengan kondisi ini?

           Kondisi penolakan ini tidak ubahnya dari pola masyarakat kita yang mengalami perubahan ke arah masyarakat industri sedangkan pola pergerakan mahasiswa memakai pola kekerasan. Sebenarnya ini juga tidak serta merta menyalahkan tindakan ini, tetapi ketika aksi mahasiswa ini tidak malah mendapatkan simpati dari rakyat yang mereka perjuangkan menjadi cacian karena tindakan yang merugikan rakyat. Kasus ini menjadi menarik karena eksplore media massa terhadap mahasiswa hanya berkutat pada aktivitas demonstrasi yang merusak sedangkan demonstrasi yang damai akan tidak menarik untuk di beritakan. Hal ini menjadi pembentuk opini publik bahwa mahasiswa itu tukang rusuh, buat onar. Jadi, ada opini yang diarahkan pada sebuah gerakan mahasiswa yang sifatnya meredam bahkan mematikan aktivitas mereka. Sejalan dengan itu, masyarakat menerima karena telah banyak kalangan terdidik di negeri ini dan wacana anti kekerasan menjadi tajuk utama pembentukan opini ini, dan mahasiswa tidak menyadari hal ini.

          Kondisi tragis lagi, sejak NKK (normalisasi kehidupan kampus) mahasiswa dijauhkan dari rakyat. Walaupun pada mei 1998 Mahasiswa mengambil peran tetapi hanya sesaat setelah itu mahasiswa kembali terdiam. Kesibukan kuliah, mahalnya biaya pendidikan menyebabkan mahasiswa tidak memiliki pilihan lain selain harus sesuai jalur yang dikehendaki keadaan itu yaitu segera wisuda dengan menutup mata dan telinga dengan kondisi rakyat. Aktivis kampus menjadi bulan-bulanan dan cap pembuat onar karena sering mengkritisi pendidikan di lingkungan mereka. Gie pernah menulis dalam catatannya “di Indonesia hanya ada dua pilihan, menjadi idealis atau apatis”. Saat ini tidak sedikit mereka yang apatis dan tidak banyak mereka yang idealis. Tidak sedikit memperjuangkan idealisme membuat mahasiswa jauh dari relita yang mereka hadapi di kampus, dan ketika mereka menghadapi realita mereka menjadi jauh dari idealisme mereka.

Mahasiswa di tengah Ideologi Transnasional.

           Transnasional secara etimologis berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas negara. Ideologi transnasional mengarah pada konteks ideologi global yang tidak mengenal batas-batas negara. Apakah seperti itu yang kata ini dipergunakan? Karena kata ini masih mengandung kerancuan secara konteks jika dialamatkan pada ideologi transnasional. Secara bebas saya menerjemahkan ini sebagai cita-cita yang tidak mengenal batas, dalam artian ini menyangkut isme atau ideologi bersama dan untuk mewujudkannya tidak mengenal batas-batas wilayah negara. Dalam arti itu maka semua ideologi yang menyangkut cita-cita yang tidak mengenal batas maka dapat digolongkan sebagai ideologi transnasional. Kalau begitu ideologi negeri ini transnasional? Karena sulit memisahkan mana ideologi yang orisinil dari Indonesia. Jika muncul pertanyaan seperti itu saya lebih memilih bahwa ideologi yang berbeda dari sebelumnya bisa dikatakan sebagai orisinil. Tetapi tetap saja tidak menjadi sebuah terang konteks kata ini dan akan cenderung kearah mana kita mengarahkan moncong meriam kata ini.

           Sejauh perkembangan kata ini diarahakan adalah pada neo-liberalisme dan Revivalisme Islam. Dua gerakan atau bisa kita sebut ideologi karena menyertai setiap manifestasi gerakannya menjadi tantangan mahasiswa saat ini. Pertama, dengan gempuran neo-liberalisme (ini mengarah pada perdagangan bebas dan pasar bebas) yang mengancam perekonomian Indonesia secara makro maupun mikro. Tantangan lain dari neo-liberalisme adalah globalisasi, dan apakah mahasiswa sudah memiliki kesiapan untuk mengahadapi tantangan globalisasi? Menurut hemat saya, globalisasi tidak bisa dibendung dan akan menemukan momentumnya tetapi kita bisa mempersiapkannya itu sejak dini untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang merugikan bangsa ini. kedua, revivalisme islam (gerakan pemurnian agama, kembali ke islam yang murni) juga menjadi sebuah tantangan yang perlu diantisipasi ketika gerakan ini mencoba merubah bentuk negeri ini. aktivitas-aktivitas yang begitu ekstrim untuk mengganti pancasila dan bentuk negeri ini menjadi sebuah pemerkosaan atas bangsa ini yang telah diperjuangkan dan disepakati oleh para pendiri bangsa ini dengan darah dan air mata mereka yang dikorbankan. Pendiri bangsa ini mewariskan negeri ini dengan semua pondasi yang telah diletakkan, kita tinggal membangun bangsa ini tidak untuk mengganti pondasi dengan bentuk negara yang baru.


*Penulis sekarang menjabat sebagai Ketua GMNI Cabang Malang periode 2013-2015.