GERAKAN MAHASISWA DI TENGAH IDEOLOGI TRANSNASIONAL
Oleh: Eki Robbi Kusuma*
artikel ini pernah disampaikan pada diskusi lintas OMEK (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus) di Universitas Islam Malang pada 6 Juni 2012.
Pendahuluan
14 tahun setelah reformasi di negeri ini dan menjadi masa
dinanti oleh rakyat indonesia. Rezim orde baru telah tumbang, mahasiswa
menjadi motor penggerak dengan peristiwa 1998 yang tercatat dalam
sejarah bangsa ini. Cita-cita akan sebuah negeri yang demokratis, makmur
dan sejahtera menjadi angan-angan indah yang perlu diperjuangkan
bersama dan cita- cita itu telah genap 14 tahuan. Apakah cita-cita itu
telah tercapai setelah reformasi?
Ironis jika kita melihat kondisi saat ini yang berbanding
terbalik dengan cita-cita reformasi untuk mewujudkan masyarakat adil
sejahtera lepas dari rezim otoriter orde baru. APBN untuk pendidikan
naik 20% tetapi biaya pendidikan di tingkat pelaksanaan berbanding
terbalik malah semakin tinggi. Kasus korupsi tidak hanya menimpa para
elite ditingkat pelaksanaan saja tetapi ditingkat perencanaan semakin
menggila dengan terbongkarnya kasus Nazaruddin yang masih hangat, bahkan
akan menyusul kasus Hambalang. Dalam perencanaan saja sudah ada
kongkalikong bagi hasil uang rakyat dan belum lagi korupsi pada tahap
pelaksanaannya, semakin ngeri jika kita mencermati kasus-kasus korupsi
pejabat negeri ini. Anggota DPR tidak mau kalah, mereka berplesir ke
luar negeri dengan dalaih untuk studi banding, membangun gedung mewah,
mobil mewah sedangkan rakyat yang mereka wakili menderita bagai hewan
melata yang bisa diinjak oleh mereka setiap saat. Ada guyonan bahwa
negara kita kan sistemnya perwakilan, jadi jika rakyat ingin kaya cukup
diwakilkan oleh wakil rakyat.
Pertanyaan mendasarnya adalah dimana para mahasiswa mewakili rakyat
menumbangkan rezim Orde Baru dan menyebut mereka pahlawan reformasi?
Apakah mereka sudah empuknya kursi sehingga mereka lupa dengan apa yang
mereka perjuangkan? Dan dimana mahasiswa saat ini? Bak, seorang dewa
penyelamat yang ditunggu-tunggu datangnya untuk menyelamatkan sebuah
negeeri yang sudah amburadul. Sudah selayaknya mereka keluar turun
gunung membantgu rakyat menemukan jalannya dan menyelamatkan Demokrasi
yang telah diperkosa ramai-ramai, dari moral pejabat negeri ini hingga
konstelasi global yang menjadikan Indonesia yang kita cintai lahan basah
mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
Posisi Mahasiswa
Mahasiswa menjadi golongan yang memiliki posisi penting dalam proses
perubahan terutama di Indonesia, sejauh sejarah gerakan mahasiswa di
Indonesia. Sejak 1908, ditandai dengan berdirinya Budi Utomo hingga
sekarang terjadi dinamika dalam gerakan mahasiswa yang menyangkut posisi
mahasiswa. Jika kita melihat fakta-fakta historis mengenai gerakan
mahasiswa di negeri ini, posisi mahasiswa menjadi titik centrum
perubahan. Titik centrum itu dikarenakan merekalah golongan yang
tercerahkan melalui pendidikan modern pada zaman pergerakan nasional dan
di tangan merekalah Indonesia mencapai kemerdekaan. Mahasiswa pada saat
pergerakan menjadi motor penggerak utama yang tidak lepas dari
keresahan-keresahan rakyat yang tertindas oleh kolonialisme dan
imperialisme.
Bagaimana dengan posisi mahasiswa saat ini? Sedikit ulasan di atas
akan coba kita komparasikan dengan saat ini dan lebih khusunya setelah
reformasi. Jika dulu mahasiswa pergerakan adalah golongan yang
tercerahkan tetapi seiring dengan perjalanan bangsa ini, pendidikan
menjadi dapat diakses oleh semua kalangan, menjadikan mahasiswa tidak
hanya satu-satunya golongan yang dapat menjadi motor perubahan. Banyak
organisasi-organisasi kemasyarakatan yang menjadi motor perubahan,
Gerakan buruh, misalnya.
Mahasiswa ditengah-tengah kemasyarakatan diharapakan mampu berperan
dalam ranah sosial-politik khususnya. Peranan itu dikarenakan kontrol
media massa di saat kebebasan demokrasi ini menjadi banyak timpang
karena mereka tidak sedikit yang memihak pada kepentingan. Media massa
tidak bisa netral melihat suatu permasalahan sosial-politik, karena
tidak sedikit yang dibiayai para politisi. Tidak lain mahasiswa harus
mengambil peran netral dan penyalur keresahan-keresahan rakyat, sehingga
mahasiswa menjadi benar-benar wakil rakyat dan menyuarakan suara
rakyat, bukan kepentingan politis atau eksistensi organisasi semata,
atau bahkan pesanan politisi.
Kondisi Mahasiswa saat ini.
Secara obyektif, gerakan mahasiswa saat ini dirasakan sedang
mengalami dinamikanya yang berat. Perubahan masyarakat menjadi sorotan
analisis saya melihat kasus dinamika mahasiswa yang menurun saat ini.
Demonstrasi mahasiswa yang banyak berujung kekerasan menjadi hujatan
banyak pihak. Masih dekat dengan kita tentang demonstrasi kenaikan BBM
(bahan bakar minyak) yang menjadi topik utama setiap media massa di
negeri ini. Banyak dari mahasiswa yang melakukan aksi turun jalan dicaci
tapi tidak sedikit pula yang dipuji. Kenapa dengan kondisi ini?
Kondisi penolakan ini tidak ubahnya dari pola masyarakat kita yang
mengalami perubahan ke arah masyarakat industri sedangkan pola
pergerakan mahasiswa memakai pola kekerasan. Sebenarnya ini juga tidak
serta merta menyalahkan tindakan ini, tetapi ketika aksi mahasiswa ini
tidak malah mendapatkan simpati dari rakyat yang mereka perjuangkan
menjadi cacian karena tindakan yang merugikan rakyat. Kasus ini menjadi
menarik karena eksplore media massa terhadap mahasiswa hanya berkutat
pada aktivitas demonstrasi yang merusak sedangkan demonstrasi yang damai
akan tidak menarik untuk di beritakan. Hal ini menjadi pembentuk opini
publik bahwa mahasiswa itu tukang rusuh, buat onar. Jadi, ada opini yang
diarahkan pada sebuah gerakan mahasiswa yang sifatnya meredam bahkan
mematikan aktivitas mereka. Sejalan dengan itu, masyarakat menerima
karena telah banyak kalangan terdidik di negeri ini dan wacana anti
kekerasan menjadi tajuk utama pembentukan opini ini, dan mahasiswa tidak
menyadari hal ini.
Kondisi tragis lagi, sejak NKK (normalisasi kehidupan kampus)
mahasiswa dijauhkan dari rakyat. Walaupun pada mei 1998 Mahasiswa
mengambil peran tetapi hanya sesaat setelah itu mahasiswa kembali
terdiam. Kesibukan kuliah, mahalnya biaya pendidikan menyebabkan
mahasiswa tidak memiliki pilihan lain selain harus sesuai jalur yang
dikehendaki keadaan itu yaitu segera wisuda dengan menutup mata dan
telinga dengan kondisi rakyat. Aktivis kampus menjadi bulan-bulanan dan
cap pembuat onar karena sering mengkritisi pendidikan di lingkungan
mereka. Gie pernah menulis dalam catatannya “di Indonesia hanya ada dua
pilihan, menjadi idealis atau apatis”. Saat ini tidak sedikit mereka
yang apatis dan tidak banyak mereka yang idealis. Tidak sedikit
memperjuangkan idealisme membuat mahasiswa jauh dari relita yang mereka
hadapi di kampus, dan ketika mereka menghadapi realita mereka menjadi
jauh dari idealisme mereka.
Mahasiswa di tengah Ideologi Transnasional.
Transnasional secara etimologis berkenaan dengan perluasan atau
keluar dari batas-batas negara. Ideologi transnasional mengarah pada
konteks ideologi global yang tidak mengenal batas-batas negara. Apakah
seperti itu yang kata ini dipergunakan? Karena kata ini masih mengandung
kerancuan secara konteks jika dialamatkan pada ideologi transnasional.
Secara bebas saya menerjemahkan ini sebagai cita-cita yang tidak
mengenal batas, dalam artian ini menyangkut isme atau ideologi bersama
dan untuk mewujudkannya tidak mengenal batas-batas wilayah negara. Dalam
arti itu maka semua ideologi yang menyangkut cita-cita yang tidak
mengenal batas maka dapat digolongkan sebagai ideologi transnasional.
Kalau begitu ideologi negeri ini transnasional? Karena sulit memisahkan
mana ideologi yang orisinil dari Indonesia. Jika muncul pertanyaan
seperti itu saya lebih memilih bahwa ideologi yang berbeda dari
sebelumnya bisa dikatakan sebagai orisinil. Tetapi tetap saja tidak
menjadi sebuah terang konteks kata ini dan akan cenderung kearah mana
kita mengarahkan moncong meriam kata ini.
Sejauh perkembangan kata ini diarahakan adalah pada neo-liberalisme
dan Revivalisme Islam. Dua gerakan atau bisa kita sebut ideologi karena
menyertai setiap manifestasi gerakannya menjadi tantangan mahasiswa saat
ini. Pertama, dengan gempuran neo-liberalisme (ini mengarah pada
perdagangan bebas dan pasar bebas) yang mengancam perekonomian Indonesia
secara makro maupun mikro. Tantangan lain dari neo-liberalisme adalah
globalisasi, dan apakah mahasiswa sudah memiliki kesiapan untuk
mengahadapi tantangan globalisasi? Menurut hemat saya, globalisasi tidak
bisa dibendung dan akan menemukan momentumnya tetapi kita bisa
mempersiapkannya itu sejak dini untuk mengantisipasi segala kemungkinan
yang merugikan bangsa ini. kedua, revivalisme islam (gerakan pemurnian
agama, kembali ke islam yang murni) juga menjadi sebuah tantangan yang
perlu diantisipasi ketika gerakan ini mencoba merubah bentuk negeri ini.
aktivitas-aktivitas yang begitu ekstrim untuk mengganti pancasila dan
bentuk negeri ini menjadi sebuah pemerkosaan atas bangsa ini yang telah
diperjuangkan dan disepakati oleh para pendiri bangsa ini dengan darah
dan air mata mereka yang dikorbankan. Pendiri bangsa ini mewariskan
negeri ini dengan semua pondasi yang telah diletakkan, kita tinggal
membangun bangsa ini tidak untuk mengganti pondasi dengan bentuk negara
yang baru.
*Penulis sekarang menjabat sebagai Ketua GMNI Cabang Malang periode 2013-2015.
Quotes
“Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong. (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno)
My Blog List
Friday, December 27, 2013
Pejuang Revolusi
Konfercab
ARTIKEL TERBARU
Pengunjung Blog
Archive
-
▼
2013
(21)
-
▼
December
(11)
- KOMISARIAT GMNI CABANG MALANG
- NASIONALISME BAHASA
- HANYA PANCASILA YANG BISA
- GERAKAN MAHASISWA DI TENGAH IDEOLOGI TRANSNASIONAL
- DIMANA (GERAKAN) MAHASISWA BERADA ?
- SARINAH DAN PEREMPUAN INDONESIA
- DARI POLITIK KE KEBUDAYAAN: RMS DAN ORANG MALUKU D...
- Negeri tanpa tujuan
- Hari ini Dpc mengunjungi pemilihan Bem di universi...
- Naar de 'Republiek Indonesia' Menuju Republik Ind...
- Merdek..........!!! Gmni..... Jaya.. Marhaen. Mena...
-
▼
December
(11)