NO.
|
UNIVERSITAS
|
KOMISARIAT
|
1.
|
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
|
KOM. UM
|
2.
|
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
|
KOM. UNIKAMA
|
3.
|
IKIP BUDI UTOMO
MALANG
|
KOM. IKIP BUDI
UTOMO
|
4.
|
UNIVERSITAS
MERDEKA MALANG
|
KOM. UNMER MALANG
|
5.
|
UNIVERSITAS
TRIBUANA TUNGGADEWI
|
KOM. FISIP UNITRI
|
KOM. TEKNIK
UNITRI
|
||
KOM. PERTANIAN
UNITRI
|
||
6.
|
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI MALANG
|
KOM. UIN MALANG
|
7.
|
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
|
KOM. UNMUH MALANG
|
8.
|
UNIVERSITAS KATHOLIK
WIDYA KARYA
|
KOM. WIDYA KARYA
|
9.
|
UNIVERSITAS WIDYA
GAMA
|
KOM. WIDYA GAMA
|
10.
|
UNIVERSITAS
WISHNU WARDANA
|
KOM. WISHNU
WARDANA
|
11.
|
UNIVERSITAS MA
CHUNG
|
KOM. MA CHUNG
|
12.
|
STMIK ASIA MALANG
|
KOM. STMIK ASIA
|
13.
|
UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
|
KOM. UNISMA
|
14.
|
STIE
MALANGKUCECWARA
|
KOM. ABM
|
15.
|
INSTITUT
TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
|
KOM. ITN MALANG
|
16.
|
UNIVERSITAS
GAJAYANA MALANG
|
KOM. UNIGA MALANG
|
17.
|
STIE JAYANEGARA
MALANG
|
KOM. JAYANEGARA
|
18.
|
POLITEKNIK NEGERI
MALANG
|
KOM. POLINEMA
|
Quotes
“Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong. (Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno)
My Blog List
Friday, December 27, 2013
KOMISARIAT GMNI CABANG MALANG
Published :
4:15 PM
Author :
Dpc gmni malang
NASIONALISME BAHASA
Published :
3:26 AM
Author :
Dpc gmni malang
NASIONALISME BAHASA
oleh : Eki Robbi Kusuma*
Tulisan ini pernah dimuat dalam Harian Surya cetak dan elektronik dengan sudah disunting http://surabaya.tribunnews.com/2012/09/16/mencicipi-gado-gado-sejarah-indonesia-kita
Saling Silang Budaya
Indonesia – Eropa, Tema yang diangkat oleh FSKI BEMFIS Universitas Negeri
Malang dalam bedah buku yang berjudul sama, yaitu Saling Silang Budaya
Indonesia – Eropa dari diktator, bahasa ..... yang ditulis oleh Joss Wibisono
(wartawan radio Hilversum Belanda) pada hari rabu (12/9) kemarin. Menghadirkan
penulis bukunya langsung yaitu Joss Wibisono membuat acara yang diselenggarakn
menjadi menarik, semenarik tulisan dalam bukunya.
Joss Wibisono sebagai
seorang wartawan yang bekerja di radio Hilversum Belanda menulis banyak artikel
lepas yang sebagian dimuat dibeberapa surat kabar harian dan majalah.
Artikel-artikel itu dibukukan menjadi buku yang dibedah. Sebagai hasil
pembukuan itu Joss membagi tulisannya dalam beberapa kategori, yaitu bahasa,
politik, sejarah dan musik.
Tulisan Joss dari
kategori-kategori itu banyak membahas mengenai silang budaya Indonesia-Eropa,
disinilah sisi menariknya. Penulis sebagai orang Indonesia yang bekerja diluar
negeri menjadi lebih terbuka secara melihat budaya Indonesia. Bahkan tidak
sedikit yang kontroversial dan mungkin tidak bisa diterima oleh beberapa
kalangan karena komentarnya mengenai budaya Indonesia.
Dari tulisan itu,
pembicaraan dalam diskusi bedah buku menarik dan menghangat. Ada beberapa
pembicaraan dari keempat kategori tersebut yang menarik. Tentang Bahasa, dalam
artikel yang berjudul “ Nasionalisme: kini giliran bahasa” dikatakan bahwa
Indonesia ini sangat menggelikan dalam urusan bahasa.
Nasionalisme tidak
hanya secara wilayah fisik saja tetapi juga mentalitas orang itu dalam
kebanggaanya terhadap bangsanya. Salah satunya adalah melalui bahasa yang
sehari-hari digunakan untuk berkomunikasi.
Joss menulis dan
mengulasnya dengan menarik, dengan mencontohkan tentang penyebutan Handphone
disingkat HP. Bahasa apakah yang digunakan? Inggris tentunya, tetapi istilah
ini tidak umum atau tidak lazim di negeri-negeri berbahasa inggris. Mereka
mengenalnya adalah mobile phone atau celluler phone. Dengan serakahnya
Indonesia mencampuradukkan bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia hingga
bahasanya pun tidak dapat dimengerti oleh orang-orang yang memakai bahasa
inggris. Sehingga, nasionalisme indonesia kembali menyempit dan rawan
penyimpangan. Nasionalisme hanyalah sebatas wilayah ketika Timor-timur lepas,
sipadan legitan jadi milik malaysia dan dengan semboyannya “NKRI harga mati”.
Nasionalisme
Indonesia menjadi jauh dari keindonesiaan itu sendiri. Mudahnya adalah
nasionalisme bahasa. Kita lebih bangga jika nama ayam goreng yang kita beli di
pasar itu dinamakan Kentucky atau Fried Chiken. Padahal kita punya kosakata
yang sama maknanya yaitu ayam goreng. silahkan coba lihat ke lingkungan sekitar
apa yang ditulis dalam produk-produk buatan dalam negeri memakai bahasa
indonesia murni? Di sinilah ketundukan pada bahasa menjadi persoalan. Karena
bahasa mengandung informasi dan informasi mempengaruhi alam berpikir kita.
Secara bahasa saja kita tidak sadar tunduk dan terjajah tanpa memperhatikan
bahasa Indonesia yang murni.
Selanjutnya, tema
cukup kontroversial yang dibahas Joss dari tulisannya yang berjudul “ Anomali
sejarah” yang menyoal penulisan sejarah indonesia yang menyorot melulu tentang
golongan kiri Indonesia yang menurutnya golongan kiri juga perlu dikaji lebih
dalam. Kiri bukan hanya komunis saja tapi juga ada sayap-sayap yang lain
seperti Sosialis dan Nasionalis. lucunya golongan kiri yang berjuang merebut
kemerdekaan Indonesia dinegatifkan citranya. Di satu sisi kiri banyak ditulis,
di sisi lain lawan dari kiri (bisa dikatakan kanan) tidak diketahui.
Pola pikir Artikel-artikel
Joss bisa dikatakan adalah pola pikir sejarah. Bukan sejarah dalam pandangan
Indonesia yang sempit tapi dalam pandangan Eropa (Belanda). Dalam wawancara
khusus penulis dengan Joss wibisono memaparkan bagaimana di Belanda sangat
menghargai Sejarah dan belajar dari sejarah. Ini membuat Jurusan Sejarah di
Perguruan Tinggi menjadi favorit berbanding terbalik dengan di Indonesia.
Bahkan begitu mengakarnya sejarah bagi masyarakat Belanda dibuktikan dengan
setiap keluarga di Belanda banyak menulis tentang silsilah keluarganya sehingga
mereka begitu tahu perjalanan kakek, nenek sampai buyut terjauh. Di Indonesia?
Jangankan tahu perjalanan kakek nenek, namanya saja mungkin belum tentu tahu.
Inilah yang menjadi ironis ketika dibawa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Yang dimaksud pola pikir sejarah adalah
setiap keadaan saat ini pasti ada kaitan dengan sebelumnya, tidak serta merta
tiba-tiba terjadi tanpa sebab dan akibat. Ini yang menjadikan artikel tulisan
Joss menarik disimak karena begitu melihat suatu permasalahan dicarilah sebab
awalnya hingga akibatnya dan juga tema tulisannya sangat jarang dibahas oleh
sejarawan Indonesia.
Dari sejarah kita
akan tahu darimana sebuah permasalahan bermula tetapi ingatlah sejarah terus
berjalan dan belum berakhir. Mungkin itu yang ingin dikatakan Joss dalam Saling
silang budaya Indonesia – Eropa. Selain pembahasannya mengenai kategori lain
dalam bukunya yang banyak melihat dari sudut pandang lain melihat sebuah
permasalahan. Joss mengajak kita melihat sudut pandang lain sisi keindonesiaan
dari sejarah hubungan silang budaya indonesia – Eropa yang jadi sebuah buku
yang layak untuk disimak bersama. Selengkapnya silahkan membaca bukunya dan
selamat membaca!
*Penulis sekarang menjabat sebagai Ketua GMNI Cabang Malang periode 2013-2015
Subscribe to:
Posts (Atom)
Pejuang Revolusi
Konfercab
ARTIKEL TERBARU
Pengunjung Blog
Archive
-
▼
2013
(21)
-
▼
December
(11)
- KOMISARIAT GMNI CABANG MALANG
- NASIONALISME BAHASA
- HANYA PANCASILA YANG BISA
- GERAKAN MAHASISWA DI TENGAH IDEOLOGI TRANSNASIONAL
- DIMANA (GERAKAN) MAHASISWA BERADA ?
- SARINAH DAN PEREMPUAN INDONESIA
- DARI POLITIK KE KEBUDAYAAN: RMS DAN ORANG MALUKU D...
- Negeri tanpa tujuan
- Hari ini Dpc mengunjungi pemilihan Bem di universi...
- Naar de 'Republiek Indonesia' Menuju Republik Ind...
- Merdek..........!!! Gmni..... Jaya.. Marhaen. Mena...
-
▼
December
(11)