PEMILU
AMAN, RAKYAT NYAMAN
Pemilu Presiden yang
akan diselenggarakan pada 9 Juli nanti menjadi pesta demokrasi akbar rakyat
Indonesia. KPU telah menetapkan hanya ada dua pasangan calon presiden dan calon
wakil presiden yang akan bertarung dalam pilpres kali ini, yaitu pasangan
Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Banyak dukungan telah digalang oleh tim sukses
masing-masing calon dan banyak pula ormas-ormas, kelompok-kelompok swadaya
masyarakat yang menyatakan dukungannya terhadap salah satu calon. Para
pendukung baik fanatik maupun yang hanya simpatik membela dan menyuarakan
keunggulan masing-masing calon yang didukungnya.
Suhu politik menjelang
pilpres 2014 ini menjadi sangat tinggi, ditambah beberapa kampanye negative
dari masing-masing pasangan calon ditujukan untuk pasangan calon lain. Dalam
suasana demokrasi hal ini menjadi hal yang biasa, tetapi yang perlu diwasapadai
adalah potensi konflik yang terjadi pada konstelasi pilpres 2014.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai, 40 hari menjelang Pilpres
2014, situasi dan kondisi di masyarakat kian terbelah
di antara dua pasangan capres dan cawapres, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta.
Eskalasi sosial politik menjelang
Pilpres 2014 terlihat lebih panas ketimbang pilpres-pilpres sebelumnya. Hal ini
disebabkan hanya ada dua
pasangan calon."Sehingga "perang terbukanya" lebih nyata dan tajam. Dalam kondisi seperti ini Polri perlu membuat atau mengupdate peta situasi kamtibmas teraktual. Sehingga Polri bisa memetakan daerah-daerah potensial terhadap ancaman kamtibmas maupun ancaman konflik sosial menjelang maupun sesudah Pilpres 2014," Ketua Presidium IPW, ungkap Neta S Pane dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Jumat (30/5/2014).
pasangan calon."Sehingga "perang terbukanya" lebih nyata dan tajam. Dalam kondisi seperti ini Polri perlu membuat atau mengupdate peta situasi kamtibmas teraktual. Sehingga Polri bisa memetakan daerah-daerah potensial terhadap ancaman kamtibmas maupun ancaman konflik sosial menjelang maupun sesudah Pilpres 2014," Ketua Presidium IPW, ungkap Neta S Pane dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Jumat (30/5/2014).
Potensi ancaman konflik sosial yang sudah
terlihat belakangan ini terjadi di ibukota Jakarta dan Jogjakarta. Di Jakarta,
Posko Relawan Jokowi-JK di Setiabudi dan baliho bergambar Megawati di Duri Pulo
dibakar orang tak dikenal, beberapa hari lalu.
Di Jogja, aksi demo mahasiswa menentang pencalonan Prabowo-Hatta berlangsung ricuh dan Kamis (29/5/2014) malam rumah pimpinan Relawan Jokowi-JK Jogjakarta Julius Felicianus diserang orang tak dikenal. Julius sendiri luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.
"IPW melihat sejumlah daerah mulai menunjukkan suhu politiknya meninggi, yakni Aceh, Sumut, Lampung, Banten, Jakarta, Jabar, Jogja, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulteng, NTB, Kalbar, dan Papua. Apa yang terjadi di Jakarta dan Jogja adalah bibit-bibit konflik dan gambaran bahwa Pilpres 2014 akan panas dengan konflik-konflik horizontal antar pendukung capres," ungkap Neta S Pane.
Di Jogja, aksi demo mahasiswa menentang pencalonan Prabowo-Hatta berlangsung ricuh dan Kamis (29/5/2014) malam rumah pimpinan Relawan Jokowi-JK Jogjakarta Julius Felicianus diserang orang tak dikenal. Julius sendiri luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.
"IPW melihat sejumlah daerah mulai menunjukkan suhu politiknya meninggi, yakni Aceh, Sumut, Lampung, Banten, Jakarta, Jabar, Jogja, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulteng, NTB, Kalbar, dan Papua. Apa yang terjadi di Jakarta dan Jogja adalah bibit-bibit konflik dan gambaran bahwa Pilpres 2014 akan panas dengan konflik-konflik horizontal antar pendukung capres," ungkap Neta S Pane.
Pernyataan yang disampaikan oleh
Neta S. Pane setidaknya menjadi peringatan dini, tidak hanya bagi pihak
pemangku kewajiban tetapi juga bagi rakyat pada umumnya. Hal ini dikarenakan
masyarakat belum memiliki sistem pencegahan konflik yang selama ini dilakukan
adalah penanganan konflik oleh pihak berwajib/Kepolisian.
Situasi pilpres akan menjadi
konflik horizontal jika penyelenggara Pemilu (KPU ataupun Bawaslu) tidak
netral. Masalah-masalah yang terjadi dalam KPU pun masih banyak. Seperti
penetapan DPT yang masih bermasalah. Jika sedikit saja penyelenggara Pemilu
terindikasi tidak netral (bermasalah) di dalam suatu wilayah maka massa
pasangan calon yang merasa dirugikan akan berpotensi menyebabkan konflik.
Dilansir dari Koran Sindo online (12/5) Awalnya
MK menyebutkan jumlah perkara yang diajukan parpol dan calon anggota DPD hanya
702. Namun setelah dilakukan validasi mendalam terhadap seluruh berkas
permohonan, ternyata jumlah gugatan mencapai 767 perkara. ”Perkara yang
diajukan parpol maupun perseorangan dalam buku registrasi perkara konstitusi,
sebanyak 767. Rinciannya, 735 perkara yang diajukan parpol, dan 32 perkara oleh
calon DPD,” kata Hamdan Zoelva Ketua MK
Berita ini terkait perkara pemilu
Legislatif 9 April lalu. Tidak menutup kemungkinan jika perkara gugatan MK yang
banyak ini berulang pada pilpres 9 Juli mendatang. Ditambah lagi pernyataan
komisioner KPU yang dilansir dari Kompas.com
Komisioner KPI Idy Muzayyad menyebut ada dua stasiun televisi
berita terindikasi menayangkan berita secara tidak berimbang terkait dua
pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden. Surat peringatan sudah
dilayangkan.
“Yang cenderung parah TV news. Ada dua TV news yang memiliki afiliasi politik yang berbeda,” ujar Idy saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (31/5/2014). “Metro TV memberitakan Jokowi, TV One memberitakan Prabowo, itu silakan. Tapi kan harus proporsional.”
“Yang cenderung parah TV news. Ada dua TV news yang memiliki afiliasi politik yang berbeda,” ujar Idy saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (31/5/2014). “Metro TV memberitakan Jokowi, TV One memberitakan Prabowo, itu silakan. Tapi kan harus proporsional.”
Sentimen-sentimen negative dan
positif terus diwacanakan oleh timses masing-masing capres yang pasti akan
tidak berimbang. Sebagai masyarakat kita harus cerdas memilih informasi dan
juga bolehlah kita mendukung salah satu pasangan capres tetapi yang perlu
diingat adalah siapapun yang terpilih, rakyatlah yang harus menang, jangan
mudah terprovokasi, kita adalah saudara sebangsa dan setanah air.
Perlu diwasapadai juga adalah isu
SARA yang cukup sensitif. Isu ini berpotensi menjadikan pemicu konflik
horizontal jika tidak dikelola dengan baik. Sebagai masyarakat yang entah
peduli atau tidak pada politik negeri ini harusnya memahami tentang potensi-potensi
konflik ini. Pemahaman ini penting agar masyarakat terhindar dari provokasi
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang menginginkan negeri ini tidak
aman. Di satu sisi, ketika konflik terjadi maka akan ada banyak orang yang
tidak tahu menahu akan ikut menanggung akibatnya. Kerusuhan 1998 setidaknya
dapat menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini, setidaknya dalam mencegah
agar tidak terjadi lagi.
Mari kita bersama-sama menahan diri, tidak mudah
terprovokasi dan mengkampanyekan PEMILU
DAMAI, PEMILU AMAN, SIAPAPUN PRESIDENNYA RAKYATLAH YANG HARUS MENANG.
Merdeka!