Sunday, May 11, 2014

SEJARAH DAN KEORGANISASIAN GmnI

SEJARAH GMNI
A. Sejarah Pembentukan GMNI
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lahir dari hasil proses peleburan tiga organisasi kemahasiswaan yang berasaskan sama yakniMarhaenisme ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi tersebut adalah:
  • Gerakan Mahasiswa Marhaenis yang berpusat di Jogjakarta
  • Gerakan Mahasiswa Merdeka yang berppusat di Surabaya
  • Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) yang berpusat di Jakarta
Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positif.
Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:
  1. Ketiga organisasi setuju untuk melakukan fusi
  2. Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi ini bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesa (GMNI)
  3. Asas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesa (GMNI) adalah Marhaenisme ajaran Bung Karno
  4. Sepakat untuk mengadakan Kongres pertama GMNI di Surabaya
Para pimpinan tiga organisasi yang hadir dalam pertemuan ini antara lain: Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka (1. Slamet Djajawidjaja, 2. Slamet Rahardjo, 3. Heruman), dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis (1. Wahyu Widodo, 2. Subagio Masrukin, 3. Sri Sumantri Marto Suwignyo), Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (1. S.M. Hadiprabowo, 2. Djawadi Hadipradoko, 3. Sulomo).
B. Sejarah Perjalanan Kongres
KONGRES I
Dengan dukungan dari Bung Karno pada tanggal 23 Maret 1954 dilangsungkan Kongres I GMNI di Surabaya. Momentum inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi (Dies Natalis) GMNI. Hasil dari pada Kongres I adalah :
  1. Pengesahan nama GMNI sebagai hasil fusi ketiga organisasi
  2. Penetapan pimpinan nasional GMNI dengan M. Hadiprabowo sebagai ketua
KONGRES II
Dilaksanakan di Bandung pada tahun 1956 dengan hasil sebagai berikut :
  1. Konsolidasi internal organisasi
  2. Meningkatkan kualitas GMNI dengan mendirikan cabang-cabang baru di seluruh wilayah NKRI
  3. Sebagai ketua pimpinan nasional GMNI tetap M. Hadiprabowo
KONGRES III
Dilaksanakan di Malang pada tahun 1959 dengan hasil sebagai berikut :
  1. Evaluasi pesatnya perkembangan cabang-cabang GMNI di Jawa, Sumatra, dan wilayah-wilayah lain
  2. Pengembangan cabang-cabang baru GMNI di seluruh Kabupaten / Kota yang ada perguruan tingginya
  3. Perubahan manajemen organisasi dari bentuk DPP menjadi Presidium
  4. Ketua Presidium adalah M. Hadiprabowo
  5. Konperensi Besar GMNI di Kaliurang tahun 1959 Bung karno memeberikan pidato sambutan dengan judul “Hilangkan Sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa”. Diteguhkannya kembali Marhaenisme sebagai asas perjuagan organisasi.
KONGRES IV
Digelar tahun 1962 di Jogjakarta, dengan hasilnya:
  1. Peneguhan eksistensi organisasi dalam realitas sosial politik dan masalah kemasyarakatan
  2. Kepengurusan Presidium antara lain: Bambang Kusnohadi (ketua), Karjono (sekjen), John Lumingkewas, Waluyo, dll.
  3. Konperensi Besar di Jakarta 1963
  4. Bung Karno memeberikan amanat yang pada intinya meminta GMNI untuk lebih menegaskan ideologi Marhaenismenya.
KONFERENSI BESAR
Kongres V direncanakan berlangsung di Jakarta, tetapi batal akibat adanya GESTOK. Untuk itu konsolidasi organisasi dipindahkan ke Pontianak melalui forum Konferensi Besar tahun 1965, dengan hasil menetapkan kerangka program perjuangan dan program aksi bagi pengabdian masyarakat.
KONGRES V
Berlangsung tahun 1969 di Salatiga. Terjadi perdebatan sengit di dalam kongres akibat infiltrasi dari rezim penguasa Orde Baru. Hasilnya : mengesahkan kepemimpinan nasional GMNI berupa DPP dengan ketua Soeryadi dan Sekjen Budi Hardjono.
KONGRES VI
Dilaksanakan tahun 1967 di Ragunan jakarta dengan tema pengukuhan kembali independensi GMNI serta persatuan dan kesatuan dan sekaligus konsolidasi organisasi. Hasil kongres ini adalah :
  1. Penyatuan faksi yang ada di GMNI
  2. Rekonsiliasi dengan power sharing untuk mengisi struktur kepemimpinan nasional
  3. Pernyataan independensi GMNI
  4. Pimpinan nasional berbentuk Presidium dengan kepengurusan sebagai berikut : Sudaryanto, Daryatmo Mardiyanto, Karyanto, Wisnu Subroto, Hadi Siswanto, Rashandi Rasjad, Teuku Jamli, Viktor S Alagan, Alwi F. AS, Emmah Mukaromah, Agung Kapakisar, Sunardi GM, Semedi.

KONGRES VII
Dilaksanakan di Medan tahun 1979, hasilnya adalah:
  1. Konsolidasi organisasi dan konsolidasi ideologi secara optimal
  2. Marhaenisme sebagai asas organisasi tidak boleh diubah
  3. Penegasan independensi GMNI
  4. Presidium dengan anggota : Sutoro SB (Sekjen), Daryatmo Mardiyanto, Lukman Hakim, Sudaryanto, Kristiya Kartika, Karyanto Wirosuhardjo.
KONGRES VIII
Berlangsung 1983 di Lembang, Bandung, dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan. Kepengurusan Presidium hasil kongres ini adalah : Amir Sutoko (Sekjen), Suparlan, Sudiman Kadir, Suhendar, Sirmadji Tjondropragola, Hari Fadillah, Rafael Lami Heruhariyoso, Bismarck Panjaitan, Antonius Wantoro.
KONGRES IX
Berlangsung di Samarinda tahun 1986. Kepengurusan Presidium hasil kongres ini adalah: Kristiya Kartika (Ketua), Hairul Malik (Sekjen), Sudirman Kadir, Sunggul Sirait, Agsu Edi Santoso, I Nyoman Wibano, Suparlan, Adin Rukandi, Gerson Manurib.
KONGRES X
Berlangsung di Salatiga tahun 1989. Kepengurusan Presidium hasil Kongres ini adalah: Kristiya Kartika (Ketua), Heri Wardono (Sekjen), Agsu Edi Santoso, Hendro S. Yahman, Sunggul Sirait, Ananta Wahana, Jhon A. Purba, Silvester Mbete, Hendrik Sepang.
KONGRES XI
Dilaksanakan tahun 1992 di Malang, hasilnya adalah sebagai berikut :
  1. Adanya format baru hubungan antara kader GMNI yang tidak boleh lagi bersifat formal institusional, tetapi diganti jadi bentuk hubungan personal fungional.
  2. Kepengurusan Presidium adalah: Heri Wardono (Ketua), Samsul Hadi (Sekjen), Idham Samudra Bei, Teki Priyanto, Yayat T. Sumitra, Rosani Projo, Yori Rawung, Herdiyanto, Frimansyah.
KONGRES XII
Diadakan di Denpasar tahun 1996. Hasilnya adalah :
  1. Perubahan pembukaan Anggaran Dasar dengan memasukkan klausul “Sosialis Religius”, “Nasionalis Religius”, dan “Progresive Revolusioner”.
  2. Menolak calon tunggal presiden RI, penghapusan program penataran P4, reformasi politik ekonomi RI.
  3. Kepengurusan Presidium terdiri dari: Ayi Vivananda (Ketua), Ahmad Basarah (Sekjen), Agus Sudjiatmiko, Abidin Fikri, Arif Wibowo, IGN Alit Kelakan, Deddy Hermawan, Sahala PL Tobing, Rudita Hartono, Hiranimus Abi, Yudi Ardiwilaga, Viktus Murin.

KONGRES XIII
Terjadi perpecahan dalam Kongres XIII. Sebagian ada yang menyelenggarakan Kongres di Kupang pada Oktober 1999. Sebagian lagi menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Semarang.
Presidium hasil Kongres Kupang adalah : Bambang Romada, Viktus Murin, Arif Fadilla, Aleidon Nainggolan, Haryanto Kiswo, Klementinus R. Sakri, Kristantyo Wisnu Broto, Robby R F Repi, R.S. Hayadi, Renne Kembuan, Wahyuni Refi, Yusuf Blegur, Yori Yapani.
Sementara itu Presidium hasil Kongres Luar Biasa di Semarang pada Februari 2001 adalah sebagai berikut : Sony T. Dana Paramita (Sekjen), Hatmadi, Sidik Dwi Nugroho, Sholi Saputra, Endras Puji Yuwono, Purwanto, Susilo Eko Prayitno, Tonisong Ginting, Donny Tri Istiqomah, Andre WP, Abdullah Sani, Bamabang Nugroho, I Gede Budiatmika.

KONGRES XIV
Barisan hasil kongres Kupang meneruskan kongres XIV di Manado dengan hasil kepengurusan Presidium sebagai berikut : Wahyuni Refi (Ketua), Donny Lumingas (Sekjen), Achmad Suhawi, Marchelino Paiiama, Ade Reza Hariyadi, Hendrikus Ch Ata Palla, Yos Dapa Bili, Hendri Alma Wijaya, Moch. Yasir Sani, Haryanto Kiswo, Jan Prince Permata, Eddy Mujahidin, Ragil Khresnawati, Heard Runtuwene, Nyoman Ray.
Sementara itu barisan hasil KLB Semarang meneruskan kongres XIV di Medan, dengan hasil kepengurusan sebagai berikut : Sonny T. Dana Paramita (Sekjen), Andri, Dwi Putro, Erwin Endaryanta, Fitroh Nurwijoyo Legowo, Mangasai Tua Purba, Monang Tambunan, Alvian Yusuf Feoh, Abdul Hafid.

KONGRES XV (KONGRES PERSATUAN)
Dilaksanakan pada tahun 2006 di Pangkal Pinang, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan penyatuan dua barisan yang ada di GMNI, hasilnya adalah sebagai berikut :
  1. Penetapan AD/ART baru GMNI
  2. Penetapan silabus kaderisasi dan GBPP GMNI
  3. Hasil kepengurusan Presidium dipimpin oleh Deddy Rahmadi sebagai Ketua dan Rendra Falentino Simbolon sebagai Sekretaris Jenderal.

KONGRES XVI
Berlangsung di Wisma Kinasih Bogor pada Desember 2008, hasilnya adalah: Penyempurnaan AD/ART dan GBPP GMNI, Bentuk pimpinan nasional adalah Presidium dengan Ketua Rendra Falentino Simbolon dan Sekretaris Jenderal Cokro Wibowo Sumarsono (MALANG), Penegasan sikap politik sebagai berikut:
  1. Pernyataan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli
  2. Mendesak segera dilaksanakannya Reforma Agraria
  3. Menolak hutang luar negeri dalam bentuk apapun
  4. Cabut UU Badan Hukum Pendidikan, UU Pornografi dan Pornoaksi serta UU Penanaman Modal
  5. Nasionalisasi sepenuhnya aset-aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan amanat UUD 1945

KONGRES XVII
Berlangsung di Balikpapan pada tahun 2011. Hasil dari kongres tersebut melahirkan kepemimpinan baru di tubuh Presidium GMNI. Terpilih sebagai Ketua adalah Bung Twedy Noviady Ginting dan Bung Saiful Anam sebagai Sekjen.


KONGRES XVIII
Berlangsung di Blitar, Jawa Timur pada tahun 2013. Hasil dari kongres tersebut melahirkan komposisi baru di tubuh Presidium GMNI. Terpilih sebagai Ketua adalah Bung Twedy Noviady Ginting dan Bung Bintar Lulus Pradipta sebagai Sekjen.

KEORGANISASIAN GMNI
A. Sifat
GmnI adalah organisasi yang bersifat independen artinya secara organisatoris GmnI tidak berafiliasi kepada salah satu kekuatan politik tertentu, namun secara personal kader GmnI bebas menyalurkan aspirasi politiknya pada kekuatan sosial politik apapun.
B. Tujuan
GmnI merupakan organisasi kader dan organisasi perjuangan yang bertujuan mendidik kader bangsa dalam mewujudkan Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 UUD 1945.
C. Azas
GmnI memiliki azas Marhaenisme yaitu Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
D. Arah Perjuangan
Sebagai organisasi perjuangan maka setiap kader GmnI tidak saja dituntut berjuang dan berpihak pada kepentingan rakyat tetapi sekaligus berjuang bersama-sama rakyat untuk melawan segala macam bentuk penindasan yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme, imperialisme, kolonialisme dan feodalisme.
E. Motto Perjuangan
Motto perjuangan GmnI adalah Pejuang Pemikir ~ Pemikir Pejuang yang memiliki arti Pejuang Rakyat yang selalu memikirkan perjuangan dan kelanjutan perjuangannya dan pemikir (intelektual) yang selalu mengabdikan ilmunya untuk perjuangan rakyat sepenuhnya.
F. Lambang dan Logo GMNI
Lambang GmnI berbentuk perisai bersudut enam, atau tiga sudut diatas, dan tiga sudut dibagian bawah. Komposisi warna dua bidang merah mengapit bidang putih, tegak vertikal. Ditengah perisai terdapat lukisan bintang merah dengan kepala banteng hitam sebagai pusat. Dibawah bintang terdapat logo GmnI. Makna yang terkandung :
  • Tiga Sudut atas perisai melambangkan Marhaenisme.
  • Tiga Sudut bawah perisai melambangkang Tri Dharma Perguruan Tinggi.
  • Warna Merah berarti berani, warna putih berarti suci. Makna komposisi: Keberanian dalam menegakkan kesucian.
  • Bintang melambangkan ketinggian cita-cita, serta keluhuran budi.
  • Kepala banteng melambangkan potensi rakyat Marhaen. Warna hitam melambangkan keteguhan pendirian dalam mengemban tugas perjuangan.
Logo GmnI berbentuk tulisan yang terdiri dari empat huruf yaitu huruf G-m-n-I dengan komposisi sebagai berikut:
  • Huruf “G” yaitu kependekan dari kata “GERAKAN” ditulis dalam huruf kapital (huruf besar).
  • Huruf “M” yaitu kependekan dari kata “MAHASISWA” ditulis dalam huruf kecil.
  • Huruf “N” yaitu kependekan dari kata “NASIONAL” ditulis dalam huruf kecil.
  • Huruf “I” yaitu kependekan dari kata “INDONESIA” ditulis dalam huruf kapital (huruf besar).
Penulisan tadi mengandung makna bahwa, Aspek GERAKAN dan INDONESIA merupakan elemen pokok yang harus ditonjolkan oleh organisasi GmnI, sementara aspek MAHASISWA dan NASIONAL hanya menunjukkan predikat yang mempertegas keberadaan organisasi GmnI.
G. Struktural Keorganisasian
Kerja-kerja organisasi dilakukan dengan membagi tugas dan tanggung jawab pada seluruh tingkatan struktur, adapun tingkatan struktur organisasi GmnI sebagai berikut :

  1. Presidium, Pimpinan organisasi tertinggi, berkedudukan di Ibu Kota.
  2. Koordinator Daerah (KORDA), Kepanjangan tangan dari presidium, berkedudukan di provinsi.
  3. Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Pimpinan organisasi yang berada di tingkatan kabupaten/kota.
  4. Komisariat, Pimpinan organisasi yang berada di tingkat Perguruan Tinggi/Fakultas.

PERAN PEMUDA DAN MAHASISWA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN NEGARA.

            SEJARAH PERJUANGAN PEMUDA DAN MAHASISWA
            Pemuda sepertinya lupa sejarahnya. Padahal generasi muda adalah orang yang membuat sejarah alias People Makes History. Peran dan perjuangan pemuda Indonesia dirintis dan dimulai dari berdirinya Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia yang kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1908. Organisasi pemuda, pelajar,dan mahasiswa hindia di negeri Belanda ini kemudian menerbitkan Koran Indonesia Merdeka. Dalam terbitan pertama menyatakan tentang kemauan besar bangsa Indonesia untuk merebut kembali hak-hak dan menetapkan kedudukan atau keyakinan di tengah-tengah dunia, yaitu sebuah Indonesia yang Merdeka.
            Selanjutnya semangat nasionalisme dan patriotisme tersebut mulai merambah ke Indonesia dengan berdirinya organisasi Budi Utomo, tanggal 20 mei 1908 yang kemudian diperingati sebagai hari kebangkitan nasional, kemudian berdiri pula Organisasi Sarikat Islam (SI) tanggal 10 september 1912. Semangat nasionalisme dan patriotismetersebut kemudian dipertegas dengan Sumpah Pemuda yang merupakan sumpah setia para pemuda pada saat kerapataan Pemoeda-Pemoedi Indonesia dalam kongres pemuda II yang dibacakan pada 28 Oktober 1928 tentang pengakuan generasi muda Indonesia. Kongres pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong java, jong Ambon, jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatera, jong Kalimantan, Pemuda kaum betawi dll.
            Moehammad Yamin menguraikan tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima factor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, sejarah, bahasa, hokum adat, pendidikan, dan kemauan. Militansi dan peran pemuda selanjutnya terlihat menjelang proklamasi kemerdekaan, yaitu dalam peristiwa Rengas Dengklok berupa “penculikan” yang dilakukan sejumlah pemuda antara lain Adam Malik dan Chaerul Saleh dari menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 WIB. Soekarno dan Hatta dibawa atau lebih tepatnya diamankan ke Rengasdengklok, Karawang. Untuk didesak agar mempercepat proklamasi, sampai kemudian terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Akhmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
            Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia dimulai pertengahan Mei 1998 yang ditandai adanya pergantian rezim orde baru dengan orde reformasi, belum banyak terjadi perubahan-perubahan mendasar dan menyeluruh di segala aspek dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara
Pemuda, di belahan dunia ini dimanapun, adalah generasi yang akan menjadi tulang punggung bangsa dan negaranya di masa depan. Pada diri mereka harapan segenap bangsa disandarkan; pada semangat dan keberanian mereka suara dan kehendak rakyat disemayamkan. Pendek kata, pemuda, adalah harapan bangsa.
            Secara historis, peran pemuda di Negara Indonesia tidak dapat dibantah. Soekarno, Hatta, Sjahrir, tanpa bermaksud mengabaikan tokoh-tokoh lain yang tidak tercantumkan disini, adalah representasi kaum muda Indonesia yang diakui dunia sampai hari ini.
            IDEOLOGI HEDONISME
            Jika di masa lalu peran pemuda Indonesia begitu besar, apakah pemuda-pemuda Indonesia hari ini dapat melakukan hal yang sama, atau setidaknya mewarisi semangat perjuangan mereka?. Sumpah pemuda kini seakan-akan peristiwa sejarah yang sudah berlalu, dan hanya menjadi hafalan pelajaran saat kita dibangku sekolah. Padahal 80 tahun lalu para pemuda seluruh Indonesia mencetuskan ikrar yang menorehkan tiga inti gagasan perekat bangsa, yakni satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia. Dalam Kongres Pemuda 1928 tersebut, juga diputuskan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan bendera Merah Putih.
            Di antara kondisi kekinian, problem Kultural yang menghinggapi benyak pemuda Indonesia. Masalah cultural sebenarnya bisa mencakup banyak hal, seperti cara berpikir, bertutur, bersikap, berprilaku, gaya hidup, dan sebagainya. Diantara masalah yang dikutip tadi, aspek ideologilah yang agak kurang dijadikan perhatikan vital oleh pemuda masa kini. Di tengah gencarnya arus globalisasi yang sulit dibendung, problem cultural diatas kian parah. Godaan hidup hedonistis-kapitalistik yang notabene buah dari globalisasi di kalangan para pemuda luar biasa kuat. Parahnya hal ini tidak saja terjadi di kalangan pemuda kota, tetapi juga di kalangan pemuda desa karena adanya televisi. Iklan-iklan gaya hidup yang menawarkan kenyamanan dan kenikmatan hidup di media elektronik ini demikian gencar dan massif sehingga mampu meruntuhkan sendi-sendi pertahanan para pemuda.
            Oleh karena itu, para pemuda yang tidak mempunyai bekal ideologi yang kuat akan dengan mudah terseret arus tersebut. Persoalanya adalah generasi muda masa kini, berbeda dengan generasi muda masa dahulu, pada umumnya mempunyai ideologi yang rapuh. Jika di masa lalu “ideologi perjuangan” mampu menjadi perhatian vital para pemuda dalam mengenyahkan para penjajah, maka ideologi apakah yang dipegang para pemuda masa kini untuk menyingkirkan godaan-godaan gaya hidup hedonistik-kapitalistik tersebut?
            MANDIRI dan PRODUKTIF
            Sejarah memang penting, bangga kepada masa silam adalah sesuatu yang seharusnya dan menjadi bagian dari rasa hormat kepada para pendahulu. Tetapi yang lebih penting adalah melanjutkan sejarah dengan pahtan-pahatan sejarah baru yang lebih baik dan mengesankan. Para pemuda harus menjadi sosok historis yang mau dan mampu menjadi actor perputaran kemajuan bangsa, guna melanjutkan estape-estape perjalanan bangsa yang telah dirintis oleh para pendahulu. Rintisan sejarah, tumpahan keringat darah dan air mata para pendahulu musti dilanjutkan dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab.
            Pemuda memiliki kecerdasan dan kuat dalam mengakses informasi. Dengan kecerdasannya itu maka pemuda akan mampu mengelola dampak akibatcepatnya mainstream perubahan global yang berdampak terhadap pembangunan pemuda. Pemuda memiliki jiwa rela berkorban. Sejarah telah mencatat bahwa dalam setiap era pergerakan nasional, pemudalah yang selalu tampil ke depan untuk menyelamatkan bangsa dan Negara ini dari keterpurukan. Dengan kondisi social dan ekonomi masyarakat pemuda saat ini maka pemuda diharapkan tampil ke depan untuk berperan memperbaiki kondisi social dan ekonomi masyarakat, khususnya pengentasan kemiskinan di pemuda.
            Bangsa Indonesia dalam usaha mencapai cita-cita awal pendirian bangsa yaitu merdeka jiwa dan raga sudah memasuki usia 68 tahun, tepatnya mulai sejak memproklamirkan kemerdekaan. Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan perjuangan dengan usaha keras untuk memperoleh kembali kemerdekaan sebagai hak asasi sebagai manusia dan suatu bangsa sudah dilakukan secara sporadic yang kemudian terwujud menjadi beberapa decade yang sudah mengerucut membentuk nasionalisme Indonesia seperti model gerakan dalam rentang 1908 dan 1928. Suatu pernyataan sikap yang mendahului proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia sudah dikumandangkan oleh pemuda Indonesia pada tahun 1928. Sumpah pemuda ini sudah menjadi tonggak awal untuk impian yang bernama Indonesia yang kemudian di wujudkan melalui proklamasi 1945.
            PENUTUP
            Berbagai tekanan, mulai dari masa kolonialisme dan imperalisme yang sangat panjang sampai pada tekanan dan konflik internal serta sampai pada berbagai krisis yang dihadapi pasca orde baru tetntunya kadang kala menimbulkan ras pesimis. Ditambah lagi dengan kehidupan yang semakin terasa berat bagi sebagian rakyat Indonesia yang belum kuat secara ekonomi. Kita juga dilanda sikap pragmatis dan ditambah lagi budaya materialistis yang berujung pada budaya konsumtif, lalu koruptif telah menjadikan bangsa kita dikepung oleh berbagai permasalahan yang masih saja menghantui kita.
            Bila dahuli para pemuda di Indonesia berkumpul untuk bersatu melawan penjajah. Saat ini musuh kita lebih pada keterbelakangan, ketertinggalan, kemunduran, peredaran narkoba di kalangan remaja dan lain sebagainya. Maka ada beberapa tantangan pemuda kedepan yang harus dijawab dengan langkah nyata.
Pertama, meneguhkan kembali jatidiri sebagi pemuda Indonesia ditengah gempuran budaya-budaya luar.
Kedua, bangkitkan kembali sikap kritis seperti yang pernah ditunjukan pemuda-pemuda di awal berdirinya bangsa ini.
Ketiga, menjadi pemuda yang mandiri dan berkompeten.
Keempat, buang jauh-jauh sikap pesimis dalam mengarungi kehidupan ini.

Kelima, jadilah pemuda yang tetap memegang teguh ajaran-ajaran dan kebaikan yang telah lama tertanam di bangsa ini.

SILABUS KADERISASI

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA
DPC GmnI Malang
Landasan Pemikiran
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah sebuah organisasi gerakan yang  berbasiskan intelektual muda (mahasiswa) yang memiliki cita-cita terwujudnya sosialisme Indonesia sebagai satu sinthesa yang berdasarkan atas asas marhaenisme yaitu : sosionasionalisme, sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun di lain pihak, ternyata sejarah perkembangan kapitalisme telah berimplikasi terjerumusnya kehidupan rakyat Indonesia dalam sebuah penderitaan panjang berupa penindasan dan penghisapan kapitalisme dan imperialisme negara-negara maju.
Ketidakberdaulatan politik, ketergantungan ekonomi, serta kehancuran mental dan moral budaya bangsa, adalah sebuah realitas sejarah dimana rakyat Indonesia menjadi tumbalnya. Dan realitas sejarah tersebut telah menjauhkan cita-cita bangsa yang menginginkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur zonder exploitation de l’homme par l’homme dan zonder exploitation de nation par nation. Padahal cita-cita bangsa tersebut merupakan cita-cita ideologi yang diemban oleh GMNI yaitu terwujudnya sosialisme Indonesia.
Oleh karena itu, dengan mencermati realitas di atas, telah menjadi tanggung jawab seluruh kader GMNI untuk menegakkan kembali cita-cita sosialisme Indonesia tersebut demi amanat penderitaan rakyat (AMPERA). Revolusi adalah pilihan perjuangan yang akan dilakukan GMNI. Revolusi yang berarti perubahan secara cepat dan radikal; revolusi yang tidak mengenal  titik, melainkan terus mengalir sampai akhir jaman (panta rhei); revolusi yang bersifat merombak mental dan moral bangsa untuk dikembalikan kepada jati diri masyarakat marhaenis yaitu humanis, gotong royong dan anti penindasan.
Dengan tugas dan tanggung jawab tersebut, maka GMNI sebagai alat pendidikan kader harus mampu membentuk, menggembleng dan mencetak generasi muda sebagai kader pelopor yang progressif, revolusioer dan radikal, untuk memimpin jalannya revolusi dalam upaya mewujudkan sosialisme Indonesia yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka GMNI merasa perlu untuk menyusun Silabus Kaderisasi yang akan menjadi acuan resmi organisasi sebagai upaya mencetak kader-kader yang diharapkan mampu menjadi pelopor dan pemimpin revolusi Indonesia.
Dengan terbentuknya silabus kaderisasi, diharapkan sistem pengkaderan GMNI akan lebih sistematis, terarah sehingga mendukung terbentuknya kader-kader yang ideologis, progresif, revolusioner dan berkepribadian. Untuk itu maka di dalam silabus kaderisiasi GMNI, sistem pengkaderan diputuskan untuk dibagi dalam 4 tahapan kaderisasi yaitu :
1.      Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB);
2.      Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD);
3.      Kaderisasi Tingkat Menengah (KTM);
4.      Kaderisasi Tingkat Pelopor (KTP).
PEKAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU (PPAB)
Maksud
PPAB adalah masa penerimaan anggota baru GMNI yang ditujukan kepada seluruh mahasiswa Indonesia. PPAB berfungsi sebagai alat pengenalan organisasi kepada seluruh para calon anggota agar dapat memahami peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab GMNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan pelaksanaan PPAB tersebut diharapkan para calon anggota akan terbangun kesadarannya khususnya tentang kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai generasi muda terhadap masa depan dan cita-cita bangsa.
Tujuan
Tujuan PPAB adalah membangun instuisi kesadaran para calon anggota. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran akan ruang dan waktu dimana calon anggota telah memahami dan meyakini bahwa membangun kehidupan bangsa adalah benar-benar menjadi tugas dan tanggung jawabnya yang harus diimplementasikan, dan GMNI adalah wadah dalam upaya mengimplementasikan tugas dan tanggung jawabnya tersebut.
Materi
Selama pelaksanaan PPAB, para calon anggota diberikan masukan-masukan materi yang diharapkan akan membantu para calon anggota dalam membangun kesadaran dan visi akan peran dan tanggung jawabnya sebagai generasi muda bangsa. Materi-materi tersebut antara lain :
Ke-GMNI-an; Nasionalisme dan Patriotisme Indonesia; serta Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.
Format Pengkaderan
Materi disampaikan dengan cara kuliah umum (ceramah).  Ceramah berfungsi sebagai alat pendorong dan stimulus pemikiran bagi para calon anggota dalam upaya memahami materi dan persoalan yang diketengahkan. Materi ceramah harus tetap berpijak pada teori dan realitas yang relevan agar mampu dicerna secara baik oleh para calon anggota.
Metode kedua adalah dialog. Dialog tidak diartikan pada sebatas proses tanya jawab antara pemateri dan calon anggota, tetapi dialog diartikan sebagai proses tukar pikiran antara pemateri dan para calon anggota. Proses dialog bertujuan untuk membangun keberanian para kader dalam mengemukakan pemikiran-pemikirannya. Di samping itu, dengan dialog tersebut panitia dapat melihat dan menilai tentang metode berpikir dan cara pandang yang dipakai oleh calon anggota dalam menangkap dan menganalisa persoalan-persoalan yang didasarkan pada materi yang mereka serap.
Metode ketiga adalah diskusi. Diskusi dilakukan dengan cara memberikan sebuah persoalan kepada para calon anggota untuk dianalisa dalam sebuah diskusi terbuka yang melibatkan pemateri, panitia dan para calon anggota. Persoalan yang diberikan tetap harus diarahkan pada persoalan yang masih berkaitan erat dengan materi-materi yang telah diberikan.
Dengan diskusi tersebut diharapkan para calon anggota akan lebih mudah memahami dan menganalisa materi-materi yang telah diberikan selama PPAB. Masa waktu pelaksanaan PPAB paling lama 2 (dua) hari.
Pelaksana
PPAB dilaksanakan oleh sebuah kepanitiaan yang dibentuk dan disahkan oleh Pengurus Komisariat GMNI. PPAB dilaksanakan minimal satu kali dalam satu periode kepengurusan komisariat. Kepanitiaan PPAB dapat dibentuk dalam satu komisariat maupun lintas komisariat (kepanitiaan bersama). Pelantikan peserta PPAB menjadi anggota GMNI dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang bersangkutan.
Kerangka Acuan
Materi Ke-GMNI-an
Materi ke-GMNI-an ditujukan untuk mengenalkan GMNI sebagai organisasi kepada para calon anggota. Pengenalan organisasi GMNI tersebut meliputi sejarah GMNI, AD/ART GMNI dan peran GMNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesejarahan GMNI ditinjau dari sejarah pertarungan ide dan pemikiran yang bersifat ideologis. Dan GMNI adalah sebuah pilihan final untuk mewadahi pertarungan ide dan pemikiran tersebut. Kesejarahan pertarungan ide dan pemikiran itu dapat dianalisa dari runtutan kongres ke kongres dimana di dalamnya terjadi dinamika gerakan dan perjuangan GMNI dalam upaya mewujudkan cita-cita marhaenisme.
Pemberian materi AD/ART GMNI ditujukan untuk mengenalkan sistem keorganisasian  di tubuh GMNI, khususnya tentang aturan hukum (rule of law) dan aturan main (rule of game) yang berlaku di GMNI. Dengan pengenalan AD/ART tersebut maka para calon anggota diharapkan akan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan mekanisme keorganisasian yang berlaku di tubuh GMNI. Pokok-pokok yang menjadi prioritas materi dalam pengenalan AD/ART tersebut antara lain : pembukaan Anggaran Dasar yang menerangkan tentang sifat dan watak perjuangan GMNI; asas organisasi yang menerangkan tentang ideologi dan cita-cita GMNI, struktur keorganisasian yang bersangkut paut pada pembagian tugas, kerja dan tanggung jawab tiap organ kepengurusan di GMNI berdasarkan hirarkis keorganisasian, serta hak dan kewajiban para anggota.
Peran GMNI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disampaikan dengan cara pengemukaan realitas perjuangan yang dilakukan GMNI agar dapat lebih menggugah kesadaran dan semangat para calon anggota. Pengemukaan realitas perjuangan dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh-contoh gerakan yang dilakukan GMNI baik skala nasional, regional maupun lokal. Namun dari pengemukaan contoh tersebut, tetap lebih diprioritaskan pada kasus-kasus lokal yang diperjuangkan oleh komisariat maupun DPC bersangkutan. Sebab dengan pengemukaan kasus lokal tersebut propaganda dan indoktrinasi akan lebih mudah ditangkap dan diterjemahkan oleh para calon anggota.
Dari uraian tersebut di atas, maka secara garis besar, kerangka acuan materi ke-GMNI-an dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Sejarah lahirnya GMNI
2.      Sejarah pertarungan ide dan pemikiran GMNI
3.      Watak dan cita-cita perjuangan GMNI
4.      Asas dan asas perjuangan GMNI
5.      Keorganisasian di tubuh GMNI
6.      Peran dan tantangan yang dihadapi oleh GMNI
Materi Nasionalisme dan Patriotisme Indonesia
Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme Indonesia merupakan materi yang ditujukan untuk memberikan pemahaman secara benar bagi para calon anggota tentang roh dan jiwa nasionalisme Indonesia. Materi nasionalisme dimulai dari tahapan sejarah munculnya nasionalisme dengan merujuk pada beberapa tokoh seperti Ernest Renan, Otto Bauer, dan lain-lain.
Tahapan kedua pemberian materi nasionalisme adalah tentang dinamika sejarah nasionalisme negara-negara di dunia dengan mengemukakan minimal 4 (empat) kejadian sejarah penting yaitu :
ü  perang di awal abad XI (perang antar agama),
ü  perang di abad pertengahan,
ü  perang dunia I dan perang dunia II

·         Perang antar agama di abad XI, ditujukan untuk memberikan pemahaman kepada para calon anggota seobyektif-obyektifnya tentang motif-motif yang melandasi peperangan tersebut, apakah benar atas dasar nasionalisme-agama, ataukah hanya kepentingan perluasan ekspansi kekuasaan masing-masing pihak;
·         Peperangan yang terjadi di abad pertengahan ditujukan untuk mengetahui karakteristik nasionalisme yang mewarnai pada masa itu, dengan merujuk pada penganalisaan slogan gold, glory and gospel;
·         Perang dunia I juga ditujukan untuk mengetahui motif dan karakteristik nasionalisme yang melandasi semangat masing-masing negara pada masa itu;
·         Perang dunia II ditujukan untuk mengetahui tentang karakteristik nasionalisme chauvinistik khususnya di Jerman, Italia, dan Jepang.

Tahapan ketiga adalah pengetengahan sejarah munculnya nasionalisme di Indonesia beserta ciri dan karakterinya. Pemberian materi nasionalisme Indonesia lebih di titik beratkan pada pembahasan mengenai ide dan pemikiran Sukarno tentang nasionalisme Indonesia, dimulai dari tokoh yang mengilhami Sukarno, teori yang dipakai oleh Sukarno dan realitas politik yang mendukung pemikiran Sukarno pada saat itu.
Tahapan keempat adalah studi komparasi antara nasionalisme barat khususnya di eropa pada masa abad pertengahan dengan nasionalisme Indonesia, agar para calon anggota dapat mengetahui letak perbedaan dan kesamaannya.
Patriotisme Indonesia
Materi patriotisme adalah materi yang mempelajari pemikiran-pemikiran founding fathers di Indonesia. Tokoh-tokoh yang dibahas nantinya adalah pemikiran Cokroaminoto, Sukarno, Sema’un, Tan Malaka, Syahrir dan Hatta. Pemikiran para tokoh yang diambil dan dibahas tersebut menyangkut visi kebangsaan beserta cara, sikap dan cita-cita perjuangannya menghadapi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
Pemikiran dari Cokroaminoto ditekankan pada konsep-konsep pemikiran dan perjuangannya tentang Islam dalam menghadapi kolonialisme imperialisme Belanda. Disamping  itu perlu pula mengangkat perbedaan pemikiran antara Cokroaminoto dengan Sema’un dan Haji Misbach sehingga berakibat pecahnya SI menjadi SI merah dan SI putih.

Pemikiran dari Sukarno ditekankan pada konsep persatuan Sukarno dengan merujuk pada tulisannya berjudul “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” (DBR I). Disamping itu perlu pula untuk sedikit memberikan gambaran perbedaan pemikiran antara Sukarno dan Hatta tentang taktik dan strategi perjuangan meraih Indonesia merdeka.

Pemikiran dari Moh. Hatta ditekankan pada konsep-konsepnya tentang membangun bangsa Indonesia baik dari sistem politik dan sistem ekonomi kerakyatan yang digagas dan dikembangkannya lewat sistem koperasi. Pemikiran Hatta lainnya adalah menganalisa pandangan-pandangan Hatta tentang marxisme.

Pemikiran dari Sema’un ditekankan pada pandangan dan cita-citanya dalam upaya membangun masyarakat Indonesia menjadi masyarakat komunis. Selain itu, perlu juga diketengahkan perbedaan prinsip antara pemikiran Sema’un cs dan Tan Malaka sehingga berakibat keluarnya Tan Malaka dari Partai Komunis Indonesia dan mendirikan partai baru (PARI dan MURBA).

Pemikiran Tan Malaka yang perlu diketengahkan adalah pengantar dasar dari teori Madilog (materialisme, dialektika dan logika) yang dikembangkan oleh Tan Malaka, dan pandangan-pandangannya tentang Republik (Res Publika) dan ketidaksepakatannya terhadap PKI yang mencoba menganut pola pemerintahan Uni Sovyet (lihat : tulisan Tan berjudul Uni Sovyet atau Parlementer).
Pemikiran dari Sahrir yang perlu diangkat adalah pokok-pokok pikirannya tentang sosialisme, serta sifat dan pola gerakan yang digunakannya dalam menghadapi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Hal lain yang perlu untuk ikut dibahas adalah tentang pandangan Sahrir terhadap Sukarno dan Hatta.
Setelah pembahasan pemikiran para tokoh tersebut, kemudian dilanjutkan pada analisa komparatif pemikiran para tokoh untuk mengetahui secara jelas letak perbedaan dan kesamaannya.
Dari uraian tersebut di atas, maka secara garis besar kerangka acuan materi “Nasionalisme dan Patriotisme Indonesia” dapat dijabarkan sebagai berikut:
Nasionalisme Indonesia
1.      Sejarah lahirnya nasionalisme di dunia
2.      Teori dan tokoh nasionalisme
- Ernest Renan
- Otto Bauer
- Gandhi
(jika dipandang perlu, teori dan tokoh dapat ditambah oleh pemateri)
3.      Sejarah peperangan dunia dan nasionalisme
4.      Sejarah nasionalisme Indonesia
5.      Karakteristik nasionalisme Indonesia
6.      Studi komparasi nasionalisme barat (eropa) dan nasionalisme Indonesia
Patriotisme Indonesia
1.      Ide dan pemikiran founding fathers
·         Cokroaminoto (pandangannya tentang Islam sebagai alat perjuangan)
·         Sukarno (nasionalisme dan marhaenisme)
·         Tan Malaka (madilog dan res publica)
·         Sema’un (marxisme/komunisme)
·         Syahrir (sosialisme kerakyatan)
·         Hatta (ekonomi kerakyatan dan sosialisme)
(jika dipandang perlu, teori dan tokoh dapat ditambah oleh pemateri)
2.      Analisa komparatif pemikiran antara founding father
·         Sukarno dan Hatta
·         Sema’un dan Tan Malaka
·         Sukarno dan Sahrir
·         Sukarno dan Tan Malaka
·         Sukarno dan Sema’un – Alimin – Muso

Materi Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.
Materi “Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara” dimulai dari sejarah kebangkitan pemuda pada masa pra kemerdekaan sampai saat ini. Penyampaian sejarah gerakan pemuda pra kemerdekaan dimulai dari Budi Utomo, Sumpah Pemuda sampai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Penyampaian sejarah gerakan pemuda tersebut dititik beratkan pada sejarah ide, pemikiran, platform dan paradigma yang berkembang di  kalangan pemuda saat itu.

Penyampaian sejarah gerakan pemuda pasca kemerdekaan dimulai dari gerakan mahasiswa angkatan 66, gerakan mahasiswa tahun 70-an, gerakan mahasiwa tahun 80-an sampai pada masa gerakan reformasi 1998. Pola penyampaian dilakukan dengan cara menggunakan metode analisa komparatif masing-masing gerakan, meliputi : karakter gerakan, paradigma gerakan, dan strategi gerakan di masing-masing elemen. Dengan analisa komparatif di atas diharapkan para calon anggota akan mampu melihat dan menilai letak kegagalan dan keberhasilan peran pemuda di masing-masing angkatan, baik pada masa pra kemerdekaan sampai masa paska kemerdekaan.

Tahapan pemberian materi selanjutnya adalah mengajak calon anggota untuk menelusuri dasar-dasar ideologi yang mewarnai platform dan paradigma gerakan di tiap-tiap angkatan. Penelusuran ideologi tersebut dapat dilakukan dengan merujuk pada cita-cita, paradigma dan metode yang dipakai oleh tiap-tiap angkatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar, kerangka acuan materi “Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam perspektif sejarah
·         Budi Utomo
·         Konggres Pemuda II (Sumpah Pemuda)
·         Lahirnya Pancasila
·         Proklamasi Kemerdekaan
2.      Paradigma gerakan pemuda dan mahasiswa
·         pandangan dan cita-cita
·         ideologi yang berkembang
3.      Analisa komparatif gerakan mahasiswa 66, 70, 80 dan 98 meliputi :
·         sikap terhadap kekuasaan
·         cita-cita dan paradigma tiap-tiap gerakan/angkatan
·         metode dan pola gerakan ditiap-tiap angkatan
4.      Keberhasilan dan kegagalan gerakan pemuda dan mahasiswa
KADERISASI TINGKAT DASAR (KTD)
Maksud
Kaderisasi Tingkat Dasar adalah proses pengkaderan tingkat pertama yang ditujukan bagi mahasiswa yang telah disahkan sebagai anggota GMNI melalui PPAB. KTD mengutamakan proses pengenalan ideologi kepada para calon kader sehingga dapat memahami marhaenisme secara menyeluruh, tidak tekstual dan parsial. Dengan pemahaman ideologi yang baik, maka para kader diharapkan akan mampu melaksanakan perjuangan secara konsisten mulai dari metode berpikir yang dipakai, pola gerakan yang digunakan serta disiplin gerakan yang dianut, kesemuanya akan selalu bersumber pada satu roh ideologi yaitu marhaenisme.
Tujuan
Tujuan pokok dari KTD adalah menyiapkan para anggota GMNI menjadi kader yang memahami, meyakini dan mampu memanifestasikan marhaenisme dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, maka KTD akan berfungsi sebagai proses indoktrinasi kader untuk merubah sikap, mental, kepribadian dan cara berpikir para calon kader agar menjadi kader yang ideologis, progressif, revolusioner dan berkepribadian.
Materi
Selama proses KTD, para calon kader akan mendapatkan materi yang akan menunjang penggemblengan diri anggota menjadi kader. Materi-materi tersebut antara lain meliputi : Marhaenisme; Metode Berpikir Marhaenisme; Nasionalisme Indonesia; Sosiologi dan Analisa Sosial; Keorganisasian; Konstalasi Politik Nasional; dan Ke-GMNI-an. Disamping materi pokok di atas, di dalam KTD juga akan diberikan materi pendukung, antara lain : materi-materi lokal yang disesuaikan dengan geografis dan geopolitik di tiap-tiap daerah bersangkutan. Materi pendukung lainnya adalah materi tentang dinamika kelompok dan dinamika pergerakan.
Format Pengkaderan
Kaderisasi Tingkat Dasar diharapkan dapat dilaksanakan di tempat-tempat terbuka yang bernuansa alam namun jauh dari keramaian (pantai, hutan, pegunungan, dan lain-lain).
Pemilihan tempat tersebut bertujuan untuk memudahkan proses indoktrinasi kepada para calon kader, dengan asumsi bahwa para calon kader akan dapat lebih mengkonsentrasikan pikirannya tanpa harus terganggu oleh pikiran-pikiran lain yang justru semakin melemahkan mental dan pikiran calon kader. Indoktrinasi yang ditekankan adalah indoktrinasi tentang penindasan dan kesengsaraan yang dihadapi oleh rakyat melalui simbolisasi dan simulasi (modellings) kepada para calon kader. Simbolisasi dan simulasi tersebut harus diimbangi pendekatan emosional dan psikologis kepada seluruh calon kader dengan cara-cara kontemplatif.
Penyampaian materi dilakukan dengan cara pemberian ceramah, dialog dan diskusi. Ceramah berfungsi sebagai alat pendorong dan stimulus pemikiran bagi para calon kader dalam upaya memahami materi dan persoalan yang diketengahkan. Materi ceramah harus tetap berpijak pada teori dan realitas yang relevan agar mampu dicerna secara baik oleh para calon anggota. 
Metode kedua adalah dialog. Dialog tidak diartikan hanya sebatas proses tanya jawab antara pemateri dan calon kader, tetapi lebih diartikan sebagai proses tukar pikiran (sharing) antara pemateri dan para calon kader. Proses dialog bertujuan untuk membangun keberanian para kader dalam mengemukakan pemikiran-pemikirannya. Disamping itu, dengan dialog tersebut panitia dapat melihat dan menilai tentang metode berpikir dan cara pandang yang dipakai oleh calon kader dalam menangkap dan menganalisa persoalan-persoalan yang didasarkan pada materi yang mereka serap.

Metode ketiga adalah diskusi. Diskusi dilakukan dengan cara memberikan sebuah persoalan kepada para calon kader untuk dianalisa dalam sebuah diskusi terbuka yang melibatkan pemateri, panitia dan para calon anggota. Persoalan yang diberikan tetap harus diarahkan pada persoalan yang masih berkaitan secara erat dengan materi-materi yang telah diberikan. Dengan diskusi tersebut diharapkan para calon kader akan lebih mudah memahami dan menganalisa materi-materi yang telah diberikan selama KTD.

Masa waktu pelaksanaan KTD minimal 3 (tiga) hari. Jika pemberian materi dinilai tidak memiliki cukup waktu, maka KTD  dapat diperpanjang menjadi 5 (lima) hari.
Pelaksana
Kaderisasi Tingkat Dasar dilaksanakan oleh sebuah kepanitiaan yang dibentuk dan disahkan oleh Pengurus Komisariat atau Dewan Pimpinan Cabang. KTD dilaksanakan minimal satu kali dalam satu periode kepengurusan komisariat. Kepanitiaan KTD dapat dibentuk dalam satu komisariat maupun lintas komisariat (kepanitiaan bersama). Pelantikan anggota menjadi kader GMNI dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang bersangkutan disaksikan oleh Koordinator Daerah.
Kerangka Acuan
Materi Marhaenisme
Pemberian materi marhaenisme dimulai dari sejarah munculnya marhaenisme di Indonesia. Proses sejarah tersebut dikaitkan dengan pandangan-pandangan Sukarno tentang realitas sejarah kolonialisme dan imperialisme di Indonesia pada masa pra kemerdekaan yang berakibat pada penindasan dan penghisapan kehidupan rakyat.
Sejarah munculnya marhaenisme juga ditinjau dari ide-ide yang mengilhami pemikiran Sukarno sehingga menemukan marhaenisme tersebut.
Pengenalan materi marhaenisme dimulai dengan menerangkan 3 (tiga) pokok intisari marhaenisme yaitu : sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sosio nasionalisme adalah pandangan hidup yang menjelaskan tentang watak nasionalisme Indonesia. Sosio demokrasi adalah sistem sosial politik dan sosial ekonomi yang berdasarkan pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan masyarakat Indonesia yang berkebudayaan (DBR I dan Lahirnya Pancasila).

Setelah calon anggota memahami isi daripada marhaenisme, materi selanjutnya adalah pengenalan tentang marhaenisme sebagai asas (ideologi) dan asas perjuangan. Marhaenisme sebagai asas adalah pandangan dan cita-cita hidup yang harus dipegang teguh oleh seluruh kader GMNI. Marhaenisme sebagai asas perjuangan adalah cara dan  upaya dalam mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia yang bersumber pada marhaenisme.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar, kerangka acuan materi “Marhenisme” dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.       Sejarah lahirnya marhaenisme
·         Realitas sejarah kapitalisme dan imperialisme di Indonesia
·         Marhaenisme sebagai satu keharusan sejarah (historische notwendeig)
·         Marhaenisme dan jiwa kehidupan rakyat Indonesia
·         Marhaenisme dan feodalisme di Indonesia
b.      Marhaenisme sebagai antitesa kapitalisme
c.       Marhaenisme sebagai asas (ideologi)
·         sosio nasionalisme
·         sosio demokrasi
·         Ketuhanan Yang Maha Esa
d.      Marhaenisme sebagai asas perjuangan
·         Machtvorming dan machtanwending
·         Non Kooperasi dan gerakan revolusioner
·         Massa Aksi dan Masalle Actie
·         Self reliance dan self help
Materi Metode Berpikir Marhaenisme
Materi metode berpikir marhaenisme diawali dari sejarah perkembangan pemikiran manusia sebagai kata pengantar, yang dimulai dari kehidupan filsafat masa Yunani kuno (Heraclitus, Parmanides, Socrates, Aristoteles dan Plato). Ruang lingkup materi filsafat Yunani kuno tersebut lebih ditekanan pada pokok-pokok pikiran tentang kosmologi dan epistemologi demi memudahkan para calon kader untuk meruntut sejarah perkembangan pemikiran manusia.
Setelah kata pengantar, materi dilanjutkan dengan dasar-dasar filsafat Hegel terutama tentang historische materialisme untuk memberikan pemahaman dasar tentang cara berpikir dialektis dalam menangkap fenomena dan realitas sejarah. Pemikiran Hegel lainnya yang perlu diketengahkan dalam materi KTD adalah teori “idealisme absolute” Hegel tentang alam dan Tuhan.
Pemikiran idealisme absolute Hegel tersebut kemudian dikomparasikan dengan pemikiran Feurbach tentang manusia dan Tuhan. Materi Feurbach tersebut dianggap sebagai satu sejarah penting yang perlu disampaikan karena memang pada masa Ferubach-lah filsafat materialisme mulai berkembang sebagai wujud kritik dan ketidak puasan terhadap filsafat idealisme yang dikembangkan Hegel.

Setelah pemberian materi tentang Feurbach, barulah diberikan pemikiran- pemikiran Karl Marx yang menyempurnakan pemikiran Feurbach dan Hegel dengan teori yang disusunnya yaitu materialisme sejarah dan materialisme dialektika. Historis materialisme dan materialisme dialektika yang dikembangkan oleh Marx dan Engel tersebut kemudian dikomparasikan dengan filsafat idealisme Hegel untuk dianalisa guna melihat letak perbedaan-perbedaan prinsipnya.

Materi berikutnya adalah tentang materialisme sejarah dan materialisme dialektika yang diterapkan dan disempurnakan oleh Sukarno ke dalam tubuh marhaenisme sebagai pisau  analisa untuk membedah persoalan-persoalan dalam sejarah kehidupan masyarakat Indonesia. Setelah pemberian materi tersebut, pemateri harus mengkomparasikan antara pemikiran materialisme dialektika Sukarno dengan Marx untuk mengetahui letak perbedaan dan kesamaan prinsipnya.

Pola komparasi dilakukan dengan mengaitkan secara langsung dengan latar belakang sejarah yang terjadi pada masa Marx dan masa Sukarno.
Setelah uji komparatif tersebut, materi selanjutnya adalah pengenalan kepada para calon kader tentang cara-cara menggunakan materialisme dialektika sebagai pisau analisa dengan mendasarkan pada realitas kehidupan masyarakat yang terjadi di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka secara garis besar kerangka acuan materi “metode berpikir marhaenisme” dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.       Pengantar : Perkembangan sejarah pemikiran manusia
·         Heraclitus dan Parmanides
·         Socrates, Plato dan Aristoteles
b.      Kerangka pemikiran George Frederich Hegel
·         Idealisme absolut
·         Materialisme sejarah
c.       Kerangka pemikiran Ludwig Feurbach
·         Kritik Feurbach tentang idealisme absolut Hegel
d.      Analisa komparatif filsafat idealisme Hegel dan materialisme Feurbach
·         Pandangan Hegel dan Feurbach tentang manusia dan Tuhan
e.       Kerangka pemikiran Karl Marx
·         Pandangan Marx terhadap materialisme sejarah Hegel
·         Pandangan Marx terhadap Feurbach
·         Materialisme dialektika dan hukum kontradiksi Karl Marx
f.        Metode berpikir marhaenisme
·         Marhaenisme dan filsafat idealisme
·         Marhaenisme dan filsafat materialisme
·         Filsafat marhaenisme
·         Materialisme sejarah dan materialisme dialektika dalam roh marhaenisme
Cara menggunakan materialisme dialektika sebagai pisau analisa dengan mendasarkan pada realitas kehidupan masyarakat yang terjadi di Indonesia.
Materi Nasionalisme Indonesia
Materi nasionalisme Indonesia merupakan pendalaman atas materi nasionalisme yang diberikan selama masa PPAB. Materi nasionalisme tetap mencakup materi yang dimulai dari tahapan sejarah munculnya nasionalisme di dunia yang dimulai dari awal abad XI (perang antar agama), kemudian perang di abad pertengahan, sampai perang dunia I dan perang dunia II.
  • Perang antar agama di abad IX ditujukan untuk mengetahui tentang motif-motif yang melandasi peperangan tersebut, apakah benar atas dasar kepentingan agama, ataukah hanya sebatas kepentingan perluasan/ekspansi kekuasaan masing-masing pihak. Peperangan yang terjadi di abad pertengahan ditujukan untuk mengetahui karakteristik nasionalisme yang mewarnai pada masa itu dengan cara mengkritisi tujuan-tujuan dari peperangan itu sendiri.
  • Begitu pula dengan Perang dunia I dan Perang dunia II yang juga ditujukan untuk mengetahui kadar karakteristik nasionalisme yang melandasi semangat masing-masing negara sehingga memunculkan peperangan antar negara tersebut.
  • Tambahan materi nasionalisme dalam KTD adalah analisa komparatif antara nasionalisme yang berkembang di negara-negara kapitalis (liberal), negara-negara penganut faham teologis (keagamaan), negara-negara komunis, negara-negara monarki, dan negara-negara facis. Dari analisa komparatif tersebut kemudian direlevansikan dengan nasionalisme yang berkembang di Indonesia terutama mengenai karakter dan cita-cita masing-masing nasionalisme.
Materi tambahan lainnya tentang nasionalisme adalah penjelasan tentang tantangan tantangan nasionalisme Indonesia menghadapi neo liberalisme, kosmopolitisme dan etnonasionalisme.
Berdasarkan uraian di atas maka Kerangka Acuan materi “Nasionalisme Indonesia” secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
  1. Sejarah lahirnya nasionalisme di dunia
  2. Teori dan tokoh nasionalisme
·         Ernest Renan
·         Otto Bauer
·         Gandhi
(jika dipandang perlu, teori dan tokoh dapat ditambah oleh pemateri)
  1. Sejarah peperangan dunia dan nasionalisme
  2. Karakteristik nasionalisme negara-negara dunia
·         Nasionalisme di negara kapitalis (liberalis)
·         Nasionalisme di negara komunis
·         Nasionalisme di negara facis
·         Nasionalisme di negara monarki
·         Nasionalisme di negara keagamaan
  1. Karakteristik nasionalisme Indonesia
  2. Studi komparasi nasionalisme Indonesia dan nasionalisme negara-negara lain
  3. Tantangan nasionalisme Indonesia
·         Nasionalisme Indonesia dan neo liberalisme
·         Nasionalisme Indonesia dan kosmopolitisme
·         Nasionalisme Indonesia dan etnonasionalisme
Materi Sosiologi dan Analisa Sosial
Materi sosiologi dimulai dengan pemberian teori-teori sosial terutama tentang (3) mazhab teori sosial modern yang berkembang saat ini, yaitu : mazhab positivisme dengan tokohnya Emille Durkheim, mazhab konvensionalisme (Max Weber), dan mazhab realisme (Karl Marx).
Mazhab positivisme diarahkan pada pandangan Durkheim dalam melihat realitas sosial masyarakat terutama tentang persoalan-persoalan yang ada di dalam masyarakat tersebut (pranata sosial, perilaku ekonomi, solidaritas sosial, dan lain-lain). Mazhab konvensionalisme diarahkan pada pandangan Weber tentang spirit protestan (peran agama dalam perilaku ekonomi masyarakat) dan birokrasi. Mazhab realisme diarahkan pada pandangan-pandangan Marx tentang kontradiksi kelas akibat sistem ekonomi kapitalisme.

Dari ketiga mazhab tersebut kemudian dikomparasikan untuk dilihat letak perbedaan-perbedaan prinsipnya sekaligus melihat kelemahan dan keunggulan masing-masing mazhab.
Setelah ketiga mazhab tersebut dikomparasikan satu sama lain, maka kemudian dikomparasikan ulang dengan marhaenisme untuk melihat mazhab mana yang cocok dan sesuai dengan ideologi marhaenisme.

Materi analisa sosial adalah follow up dari materi sosiologi. Pemberian materi analisa sosial disampaikan dengan cara mengungkapkan realitas sosial, minimal mencakup 4 (empat) sektor komunitas antara lain : petani, buruh, nelayan dan komunitas miskin kota. Dari tiap-tiap sektor tersebut, para peserta diajak melakukan pemetaan (maping) untuk mengidentifikasi variabel-variabel pokok dan tidak pokok tentang persoalan-persoalan yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Pemetaan tersebut bertujuan untuk membantu para peserta dalam upaya pengorganisiran massa (machtvorming) nantinya. Dengan pemetaan, maka para peserta akan dapat memahami akar persoalan yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat. Dengan pemetaan, peserta juga akan dapat membedakan variabel-variabel pendukung dan variabel-variabel penghambat yang nantinya akan dihadapi dalam proses pengorganisiran nanti. Cara pemetaan tetap menggunakan pisau analisa dari mazhab realisme sebagai satu mazhab yang relevan dengan ideologi marhaenisme.

Di dalam materi analisa sosial, juga dipandang perlu untuk memberikan materi tentang cara-cara pengorganisiran secara mendasar terutama tentang pola integrasi, agitasi dan propaganda untuk tujuan “massa aksi” yang radikal dan revolusioner. Pola integrasi bersangkut paut dengan cara kader dalam memasuki sebuah komunitas sektoral. Pola integrasi ditekankan pada pentingnya “bunuh diri kelas” agar tidak menjadi hambatan ketika leave in di masyarakat.

Bunuh diri kelas yang dimaksud adalah beradaptasi secara total dengan segala pola perilaku komunitas (adat istiadat) dan tidak menunjukkan identitas kader yang sebenarnya. Sebab bagaimanapun, identitas sosial yang dimiliki seorang kader adalah identitas sosial yang diidentifikasi sebagai kelas menengah dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan materi “sosiologi dan analisa sosial” dapat dijabarkan sebagai berikut :
  1. Teori sosial modern
·         Positivisme Emille Durkheim
·         Konvensionalisme Max Weber
·         Realisme Karl Marx
  1. Komparasi tiga (3) mazhab teori sosial
  2. Analisa komparatif tiga (3) mazhab dengan marhaenisme
  3. Pemetaan organ sektoral
·         Kehidupan petani, buruh tani dan buruh perkebunan
·         Kehidupan Buruh manufaktur/industri
·         Nelayan dan buruh nelayan
·         Komunitas miskin kota
  1. Cara-cara pengorganisiran
Materi Keorganisasian
Materi keorganisasian adalah materi yang mengenalkan kepada calon kader tentang arti sebuah organisasi yang mencakup bentuk-bentuk organisasi, jenis-jenis organisasi dan fungsi organisasi. Bentuk-bentuk organisasi disampaikan dengan cara menjelaskan bentuk perbedaan antara organisasi dengan non organisasi. Jenis-jenis organisasi disampaikan dengan cara membedakan pola dan sistematika hirarkis keorganisasian di tiap-tiap organisasi yang ada.
Setelah penyampaian materi tersebut, calon kader diwajibkan melakukan identifikasi pada masing-masing organisasi yang ada untuk membedakan organisasi mana yang evolutif, tidak memiliki paradigma dan cita-cita, dengan organisasi mana yang revolusioner, berparadigma dan memiliki landasan ideologi yang kuat. Setelah pengenalan dan identifikasi tiap-tiap organisasi, calon kader kemudian diajak untuk mengidentifikasi GMNI sebagai organisasi yang ditinjau dari ideologi dan sistematika keorganisasian yang berlaku di AD/ART.

Dengan identifikasi tersebut diharapkan para calon kader akan dapat memahami lebih baik lagi tentang bentuk, jenis dan fungsi keorganisasian di tubuh GMNI.

Materi keorganisasian tersebut kemudian direlevansikan dengan peran dan posisi GMNI sebagai alat perjuangan dan sentral gerakan. GMNI sebagai alat perjuangan berarti GMNI adalah alat untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia.

GMNI sebagai sentral gerakan berarti GMNI adalah titik pusat dari segala gerakan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Tambahan materi keorganisasian lainnya adalah materi manajemen organisasi dan teori kepemimpinan. Materi manajemen organisasi bersangkut paut pada rule of law dan rule of game di tubuh GMNI sebagai sebuah organisasi. Materi teori kepemimpinan bersangkut paut pada tipe tipe kepemimpinan dengan cara mencontohkan pola-pola kepemimpinan yang ada dalam perkembangan sejarah yang kemudian dikaitkan dengan budaya-budaya kekuasaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis bersar Kerangka Acuan materi “Keorganisasian” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Pengenalan organisasi
·         Bentuk organisasi
·         Jenis organisasi
·         Fungsi organisasi
2.      Identifikasi organisasi
3.      GMNI sebagai organisasi
·         GMNI sebagai alat perjuangan
·         GMNI sebagai sentral gerakan
4.      Manajemen organisasi
5.      Teori kepemimpinan
·         Pola-pola kepemimpinan dalam perkembangan sejarah
·         Pola kepemimpinan dan budaya kekuasaan

Materi Konstalasi Politik Nasional
Materi konstalasi politik nasional adalah materi yang mencakup perkembangan politik ketatanegaraan di Indonesia selama sejarah Indonesia berdiri. Politik ketatanegaraan minimal mencakup hal-hal mengenai : dinamika demokrasi Indonesia dan dinamika politik pemerintahan di Indonesia.
Dinamika demokrasi di Indonesia ditekankan pada analisa komparatif antara sistem demokrasi (demokrasi politik dan demokrasi ekonomi) yang diterapkan oleh setiap rejim pemerintahan di Indonesia, mulai dari masa Sukarno sampai pada kepemimpinan nasional terakhir. Analisa komparatif tersebut merupakan derivasi dari teori-teori demokrasi yang minimal mencakup 5 (lima) contoh pola demokrasi yang ada di dunia antara lain : demokrasi terpimpin negara komunis, demokrasi terpimpin negara monarki konstitusional, demokrasi terpimpin negara-negara keagamaan, demokrasi liberal negara kapitalis dan demokrasi Pancasila sendiri. Dengan analisa komparatif tersebut, nantinya akan dapat diketahui sistem demokrasi apa yang dipakai dan dikembangkan oleh setiap rejim pemerintahan di Indonesia, sekaligus untuk memahami letak keburukan dan kebaikan dari sistem demokrasi yang diterapkan tersebut.

Materi dinamika politik pemerintahan di Indonesia mencakup materi tentang analisa kekuasaan dengan cara menganalisa kebijakan-kebijakan pemerintah (kekuasaan) sebagai stakeholder untuk dianalisa motif dan tujuannya besarta pengaruh dan implikasinya terhadap kehidupan rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut kemudian diidentifikasi ke dalam turunanturunan ideologi agar diketahui dasar-dasar dan muatan kepentingan yang mewarnai kebijakan tersebut. Dengan proses identifikasi itu diharapkan nantinya para kader akan mampu menjawab pertanyaan: apakah kebijakan itu benar-benar untuk kepentingan hidup rakyat ataukah hanya sebatas kepentingan kapitalisme dan kekuasaan.

Materi konstelasi politik nasional juga dapat ditambahkan dengan pemetaan (maping) potensi-potensi kekuatan yang berkembang dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan rakyat, baik partai politik, LSM, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, maupun organ-organ kekuatan lainnya. Tujuan pemetaan tersebut adalah untuk mengetahui mana kawan taktis dan mana kawan strategis serta mana lawan taktis dan mana lawan strategis sehingga memudahkan kader dalam proses membangun machtvorming.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan dari materi “Konstelasi Politik Nasional” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Sistem demokrasi negara-negara dunia
·         demokrasi terpimpin di negara komunis
·         demokrasi terpimpin di negara monarki
·         demokrasi terpimpin di negara keagamaan
·         demokrasi liberal di negara kapitalis
2. Demokrasi Pancasila
3. Dinamika demokrasi di Indonesia
- Analisa komparatif demokrasi dalam setiap kepemimpinan nasional (masa Sukarno sampai masa kepemimpinan nasional terakhir)
- Analisa komparatif dinamika perkembangan sistem demokrasi Indonesia dengan sistem
demokrasi negara-negara di dunia
4. Dinamika politik pemerintahan di Indonesia
- Identifikasi dan analisa atas kebijakan-kebijakan publik
5. Pemetaan kekuatan organ
- Kawan taktis dan kawan strategis
- Lawan taktis dan lawan strategis
Materi Ke-GMNI-an
Materi ke-GMNI-an merupakan pendalaman dari materi ke-GMNI-an yang sebelumnya telah diberikan selama masa PPAB. Materi ke-GMNI-an di dalam KTD meliputi sejarah GMNI, AD/ART GMNI, serta peran dan tanggung jawab GMNI dalam mengemban cita-cita marhaenisme.
Kesejarahan GMNI ditinjau dari sejarah pertarungan ide dan pemikiran yang bersifat ideologis. Dan GMNI adalah sebuah pilihan final untuk mewadahi pertarungan ide dan pemikiran tersebut. Kesejarahan pertarungan ide dan pemikiran itu ditinjau dari runtutan kongres ke kongres dimana di dalamnya dipenuhi oleh dinamika gerakan dalam upaya mewujudkan cita-cita marhaenisme.
Pemberian materi AD/ART GMNI ditujukan untuk mengenalkan sistem keorganisasian di tubuh GMNI secara lebih mendalam, khususnya tentang aturan hukum (rule of law) dan aturan main (rule of game) yang berlaku di GMNI. Dengan pengenalan AD/ART tersebut maka para calon kader akan dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik sesuai dengan mekanisme keorganisasian yang berlaku di GMNI, khususnya mengenai hak dan kewajiban sebagai anggota GMNI. Item-item yang menjadi prioritas materi dalam pengenalan AD/ART tersebut antara lain : pembukaan Anggaran Dasar yang menerangkan tentang sifat dan watak perjuangan GMNI; asas organisasi yang menerangkan tentang ideologi dan cita-cita GMNI, struktur keorganisasian yang bersangkut paut pada pembagian tugas, kerja dan tanggung jawab tiap organ kepengurusan di GMNI berdasarkan hirarkis keorganisasian yang berlaku, serta hak dan kewajiban para anggota.

Materi tentang Pembukaan Anggaran Dasar disampaikan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada kader tentang cita-cita, watak dan sifat gerakan di dalam tubuh GMNI. Materi tentang asas ditekankan pada alasan-alasan ideologis penggunaan marhaenisme sebagai asas dan asas perjuangan. Materi tentang struktur keorganisasian menjelaskan tentang sistematika keorganisasian di tubuh GMNI mulai dari tingkat teratas yaitu lembaga kepresidiuman sampai tingkat terendah yaitu komisariat. Penjelasan tentang struktur keorganisasian tersebut bertujuan agar kader dapat memahami tentang maksud dan tujuan dibentuknya struktur keorganisasian yaitu untuk memudahkan langkah-langkah gerakan dengan cara pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab sebagai sebuah organisasi formal.
Dari uraian tersebut di atas, maka secara garis besar, Kerangka Acuan materi ke-GMNI-an dapat dijelaskkan sebagai berikut :
1. Sejarah lahirnya GMNI
2. Sejarah pertarungan ide dan pemikiran GMNI
3. Watak perjuangan GMNI
4. Asas dan asas perjuangan GMNI
5. Sejarah perjuangan GMNI
6. Tantangan yang dihadapi oleh GMNI
7. Keorganisasian GMNI (AD/ART)
KADERISASI TINGKAT MENENGAH (KTM)
Maksud
Kaderisasi Tingkat Menengah adalah proses pengkaderan tingkat kedua bagi kader GMNI yang telah lulus dari Kaderisasi Tingkat Dasar. KTM memiliki maksud untuk menguji tingkat wacana dan cara berpikir kader yang dikaitkan langsung dengan ideologi marhaenisme. Pelaksanaan KTM juga sekaligus mengolah seluruh wacana (teori) yang dikuasai para kader untuk disinergikan sesuai dengan roh dan jiwa marhaenisme, sehingga tidak paradoks jika diimplementasikan dalam langkah-langkah perjuangan.
Tujuan
Tujuan Kaderisasi Tingkat Menengah adalah menyiapkan para kader menjadi kader pelopor yang siap menjadi motor penggerak perjuangan untuk memimpin rakyat menuju revolusi demi terwujudnya cita-cita sosialisme Indonesia. Oleh karena itu, maka para tiap-tiap kader yang telah lulus dari KTM diharapkan telah mampu memegang kantung-kantung massa dan melakukan pengorganisiran di tiap kantung-kantung massa tersebut.
Format Pengkaderan
Pengkaderan diharapkan dapat dilakukan di tengah-tengah komunitas masyarakat marjinal dan tertindas, misalnya perkampungan masyarakat miskin pedesaan, perkampungan kumuh masyarakat miskin perkotaan, perkampungan buruh perkebunan, dan lain-lain. Dengan latar belakang komunitas tersebut, diharapkan akan lebih membantu para kader dalam upaya menerapkan wacana dan teori-teori yang dikuasai sesuai dengan metode berpikir marhaenisme dengan cara menatap dan menganalisa realitas sosial yang ada di sekitar.

Format KTM dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah “KTM dalam ruang” yang berisi pembekalan dan pematangan materi bagi seluruh kader. Proses penyampaian materi dilakukan dengan cara ceramah, dialog dan diskusi. Ceramah, dialog dan diskusi bertujuan untuk mensinergikan teori dan kerangka berpikir kader dengan metode berpikir dan ideologi marhaenisme. Masa waktu KTM dalam ruang paling lama adalah 7 (tujuh) hari.

Tahap kedua adalah “KTM luar lapang” yang merupakan praktek langsung di lapangan. Setiap kader diterjunkan langsung dalam kehidupan masyarakat untuk mempraktekkan secara langsung materi-materi yang telah diberikan selama KTM dalam ruang. Tiap kader memegang satu kantung massa dengan pilihan : komunitas petani/buruh perkebunan, komunitas nelayan, komunitas buruh, dan komunitas miskin kota. Setiap kader harus berprofesi dan berpola perilaku sama dengan komunitas tempat tinggal. Masa waktu KTM luar lapang paling cepat 1 (satu) bulan dan paling lama 2 (dua) bulan. Hasil selama penerjunan tersebut kemudian didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis yang mengacu pada format baku (standarisasi) pembuatan tesis.
Materi
Materi yang akan disampaikan dalam Kaderisasi Tingkat Menengah adalah materi tentang: ideologi kapitalisme, marxisme, dan marhaenisme; keorganisasian mengenai teknik pengorganisiran, pemetaan, negosiasi, agitasi propaganda, teknik diplomasi (networking), manajemen aksi dan analisa sosial. Materi pendukung lain yang akan dipergunakan dalam KTM luar lapang adalah : studi kasus.
Pelaksana
Kaderisasi Tingkat Menengah dilaksanakan oleh sebuah kepanitiaan yang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Cabang. Kaderisasi Tingkat Menengah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali selama periode kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang. Pelantikan bagi kader-kader yang dinyatakan lulus dilakukan oleh Presidium atau dapat diwakilkan kepada Koordinator Daerah atas surat mandat dari Presidium.
Kerangka Acuan
Materi Ideologi
Materi ideologi merupakan tindak lanjut dari materi ideologi yang diberikan pada saat Kaderisasi Tingkat Dasar untuk menguji kemampuan kader dalam melakukan penganalisaan terhadap perkembangan ideologi di dunia. Materi ideologi yang diberikan di Kaderisasi Tingkat Menengah adalah pembelajaran secara khusus tentang 3 (tiga) ideologi di dunia yaitu : kapitalisme, marxisme, dan sosialisme (sosialis non marxis).

Materi tentang kapitalisme mencakup pada penganalisaan perkembangan kapitalisme dimulai dari tinjauan filsafat, sejarah permulaan kapitalisme, sampai pada bentuk bentuk perubahan (metamorfosa) kapitalisme dalam kesejarahan. Di dalam penyampaian materi kapitalisme juga dipandang perlu untuk ikut mengupas tentang konsep negara kemakmuran (welfare state) yang mulai dikembangkan pada masa paska perang dunia II di beberapa negara eropa dan Amerika Serikat sebagai salah satu wujud metamarfosa kapitalisme.

Materi tentang marxisme mencakup perkembangan marxisme dimulai dari tinjauan filsafat yaitu Hegel, Feurbach sampai Marx, dilanjutkan pada perpecahan kelompok marxisme dengan mengetengahkan pokok-pokok pikiran kaum revisionisnya mulai dari Vladimir Ilyitz Lenin, Rosa Luxemburg, Antonio Gramsci, Eduard Bernstein, Karl Kautsky, Leon Trotsky, Mao Tse Tung, Otto Bauer (Austromarxis) sampai pada masa Frankfurt School. Materi tentang sosialisme di luar marxisme minimal mencakup 4 (empat) pemikiran yaitu : anarkisme/anarko sindikalisme, postmodernisme, sosialisme agama dan teologi pembebasan.

Setelah dilakukan penjabaran dari tiap-tiap ideologi tersebut, materi selanjutnya adalah analisa komparatif antara marhaenisme dengan marxisme, dan marhaenisme dengan sosialisme di luar marxisme dengan kapitalisme sebagai antitesa masing-masing ideologi, untuk mengetahui letak kesamaan dan perbedaan-perbedaan prinsip antara ideologi-ideologi tersebut dengan marhaenisme sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan dari materi “ideologi” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Sejarah perkembangan kapitalisme
- Pokok-pokok pikiran Adam Smith (Wealth of Nation)
- Merkantilisme
- Kolonialisme dan Imperialisme
- Neo liberalisme
- Negara Kemakmuran (Welfare State)
- Teori modernisme, dependensia dan sistem dunia di negara dunia ketiga
2. Perpecahan marxisme
- Pokok-pokok pikiran V.I. Ulliavov/Lenin
- Pokok-pokok pikiran Leon Bornstein/Trotsky
- Pokok-pokok pikiran Antonio Gramsci
- Pokok-pokok pikiran Rosa Luxemburg
- Pokok-pokok pikiran Karl Kautsky
- Pokok-pokok pikiran Eduard Bernstein
- Pokok-pokok pikiran Mao Tze Tung
- Pokok-pokok pikiran Otto Bauer (Austro Marxis)
- Pokok-pokok pikiran Neo Marxis (Mazhab Frankfurt)
(jika dipandang perlu, pemateri dapat menambahkan beberapa tokoh)
3. Sosialisme di luar Marxis
- Anarkisme/Anarko Sindikalisme
- Postmodernisme
- Sosialisme Islam
- Teologi Pembebasan
(jika dipandang perlu, pemateri dapat menambahkan beberapa ideologi lain)
4. Analisa Komparatif antar ideologi dengan memakai kapitalisme sebagai antitesa
6. Marhaenisme dan marxisme
7. Marhaenisme dan Islam
8. Marhaenisme dan teologi pembebasan
Materi Keorganisasian
Materi keorganisasian meliputi teknik negosiasi, agitasi-propaganda, teknik diplomasi (networking), dan manajemen aksi. Teknik negosiasi adalah materi yang membahas tentang caracara melakukan negosiasi terutama dengan kekuatan-kekuatan kontra revolusioner, baik lawan taktis maupun lawan strategis. Teknik negosiasi lebih ditekankan pada metode pendekatan dalam upaya mencegah dan mengarahkan konflik agar berbalik menjadi satu kekuatan yang mendukung kita untuk menghantam kekuatan lawan. Teknik agitasi dan propaganda  ditekankan pada upaya mempengaruhi massa dengan cara membangun isu dan opini yang mampu menyatukan massa dalam satu kekuatan “massa aksi” yang mampu digerakkan sebagai satu kekuatan revolusioner. Manajemen aksi ditekankan pada cara dan teknik dalam melaksanakan aksi-aksi baik yang bersifat taktis maupun strategis.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan dari materi “keorganisasian dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Teknik diplomasi
2. Manajemen issu
3. Aliansi taktis dan aliansi strategis
4. Penggalangan massa
5. Manajemen Aksi
Materi Analisa Sosial dan Studi Kasus
Materi analisa sosial adalah pendalaman dari materi yang telah diberikan pada saat Kaderisasi Tingkat Dasar. Materi analisa sosial di Kaderisasi Tingkat Menengah lebih banyak ditekankan pada praktek di lapangan secara langsung, dimana tiap kader diberikan tugas dan tanggung jawab untuk melakukan analisa sosial terhadap organ-organ sektoral yang antara lain : petani, buruh, nelayan dan komunitas miskin kota. Analisa sosial tersebut dilakukan dengan cara integrasi langsung dalam kehidupan masyarakat (leave in) dengan cara berprofesi dan berpola perilaku sesuai dengan wilayah komunitas yang didiami. Selama proses integrasi, setiap kader memiliki tugas untuk melakukan pemetaan (maping) untuk mengidentifikasi variabel-variabel pokok dan tidak pokok yang dihadapi oleh masyarakat yang ia diami. Setelah variabel-variabel pokok dan tidak pokok telah diketahui secara jelas dan telah dianalisa secara matang sampai ke sumber akarnya, maka setiap kader dapat memulai pengorganisiran yang diawali dengan cara membangun opini dan isu di komunitas yang ia diami melalui agitasi dan propaganda. Selama proses pengorganisiran tersebut, setiap kader akan dievaluasi setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan untuk dilihat dan diuji tingkat keberhasilannya dalam pengorganisiran yang ia lakukan. Selama proses pengorganisiran, peserta kader juga diwajibkan untuk membuat laporan tertulis dalam format baku yang mengacu pada standarisasi pembuatan tesis. Laporan tertulis tersebut akan digunakan sebagai bahan evaluasi akhir peserta kader untuk persiapan uji materi pendadaran dihadapan “tim khusus” yang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Cabang dan atau Koordinator Daerah agar dapat dinilai dan ditentukan lulus tidaknya kader. Tim khusus yang dibentuk tersebut miminal meliputi unsur : filusuf, ideolog antropolog/sosiolog, dan sejarawan.

KADERISASI TINGKAT PELOPOR (KTP)
Maksud
Kaderisasi Tingkat Pelopor (KTP) adalah proses pengkaderan formal tingkat akhir di dalam silabus kaderisasi GMNI. KTP ditujukan bagi kader-kader yang telah lulus dari Kaderisasi Tingkat Menengah. KTP memiliki maksud untuk uji materiil setiap kader dalam proses membangun sintesa sistem-sistem sosial di setiap elemen masyarakat.
Pembangunan sintesa sistem sosial bersangkut paut pada pola dan tata cara yang dilakukan kader dalam mengkonstruksi ulang bangunan sistem sosial menuju pada citacita masyarakat sosialis Indonesia.
Tujuan
Kaderisasi Tingkat Pelopor memiliki tujuan pokok terbentuknya kader-kader pelopor yang siap dan sanggup menjadi top leaders dengan bekal teori, mental dan watak progressif revolusioner sehingga benar-benar menjadi kader yang berkualitas. Dengan Kaderisasi Tingkat Pelopor diharapkan setiap kader akan mampu memanifestasikan ideologi marhaenisme dalam setiap kehidupan pribadinya dan dalam langkah perjuangannya sebagai leader rakyat.
Materi Pokok
Materi-materi yang disampaikan dalam Kaderisasi Tingkat Pelopor adalah materi ideologi, organisasi dan uji materi kemampuan kader dalam menyusun sintesa. Materi ideologi melingkupi : kapitalisme, ideologi-ideologi negara dunia ketiga, dan marhaenisme.
Materi Organisasi ditekankan pada materi net working dan community organizing. Materi pendukung lainnya adalah materi : sejarah dunia, perbandingan sistem sosial politik dan sosial ekonomi negara-negara dunia; dan strategi diplomasi untuk kepentingan pengorganisiran massa.
Selain materi-materi tersebut di atas, di dalam Kaderisasi Tingkat Pelopor masih akan diberikan materi kemampuan khusus yaitu uji materi terhadap efektifitas perjuangan kader dalam meng-construct ulang sistem sosial masyarakat dalam sebuah komunitas sebagai uji sintesa marhaenisme.
Format Pengkaderan
Format Kaderisasi Tingkat Pelopor dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah “KTP dalam ruang” yang berisi uji teori dan dialektika berpikir seluruh kader. Proses penyampaian materi dilakukan dengan cara mengeksplorasi pemikiran peserta, proses dialog dan diskusi serta penyusunan karya tulis dengan standarisasi disertasi, yang berisi sintesa kebangunan sistem
masyarakat berdasarkan sosialisme Indonesia. Masa waktu “KTP dalam ruang” paling lama adalah 7 (tujuh) hari. Khusus untuk penyusunan karya tulis, batas waktu yang diberikan adalah 6 (enam) bulan.

Tahap kedua adalah “KTP luar lapang” yang merupakan uji materi kemampuan kader, dalam menganalisa, mengorganisir, dan meng-construct sistem kehidupan masyarakat berdasarkan asas-asas marhaenisme. Tiap kader memilih satu komunitas antar lain : komunitas petani/buruh perkebunan, komunitas nelayan, komunitas buruh manufaktur, komunitas miskin kota, atau komunitas lain atas pilihan kader sendiri dengan syarat diusulkan untuk mendapatkan persetujuan dari panitia KTP. Tugas kader di dalam komunitas tersebut adalah melakukan analisa sosial, melakukan pengorganisiran dan melakukan perekonstruksian sistem kehidupan komunitas atas dasar marhaenisme sebagai sintesa. Hasil-hasil penganalisaan, pengorganisiran dan perekonstruksian sistem didokumentasikan dalam bentuk karya tulis ilmiah yang mengacu pada format baku penulisan disertasi. Karya tulis ilmiah tersebut akan diuji melalui pendadaran oleh “tim khusus” yang dibentuk oleh Presidium. Tim khusus yang dibentuk tersebut miminal meliputi unsur : filusuf, ideolog/antropolog, sosiolog, dan sejarawan.
Pelaksana
Kaderisasi Tingkat Pelopor dilaksanakan oleh sebuah kepanitian yang dibentuk dan disahkan oleh Presidium GMNI. Kaderisasi Tingkat Pelopor dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali selama satu periode kepengurusan Presidium. Para kader yang lulus dari Kaderisasi Tingkat Pelopor akan dilantik secara langsung dan terbuka oleh Presidium di hadapan forum dalam “waktu yang diberikan secara khusus” di sela-sela acara nasional GMNI (Kongres, Rakornas, Seminar Nasional, atau agenda nasional lainnya).
Kerangka Acuan
Ideologi
Materi ideologi yang pertama adalah materi tentang kapitalisme. Dalam materi tersebut yang ditekankan adalah eksplorasi pemikiran kader tentang kapitalisme yang diruntut dari sejarah perkembangan kapitalisme; anatomi (ciri-ciri) kapitalisme; hubungan kapitalisme dengan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari eksplorasi tersebut diharapkan para kader akan mampu menangkap dan menganalisa perkembangan kapitalisme dalam putaran roda waktu. Eksplorasi pemikiran kedua adalah tentang perkembangan kapitalisme di Indonesia antara lain : kekuatan-kekuatan kapitalisme di Indonesia, pengaruh kapitalisme terhadap susunan politik, ekonomi dan budaya masyarakat Indonesia; serta pemetaan kapitalisme di dalam struktur politik pemerintahan Indonesia. Dengan eksplorasi pemikiran tersebut diharapkan para kader akan mampu memahami seluk beluk perkembangan kapitalisme di Indonesia baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam struktur politik pemerintahan.

Materi ideologi yang kedua adalah pengeksplorasian ideologi di negara-negara dunia ketiga dan negara maju berikut tentang potensi, tantangan, peluang, dan hambatan marhaenisme dalam upaya mengkonsolidasi kekuatan negara-negara dunia ketiga. Dengan eksplorasi pemikiran tersebut diharapkan para kader akan mampu melihat marhaenisme sebagai ideologi alternatif yang dapat menyatukan seluruh ideologi-ideologi dunia khususnya negara dunia ketiga.

Materi ideologi ketiga adalah eksplorasi pemikiran kader dari upaya-upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan kader untuk memanifestasikan marhaenisme. Materi ini merupakan pembekalan materi guna menghadapi uji materi “KTP luar lapang” dimana setiap kader diuji untuk melakukan analisa, pengorganisiran dan perekonstruksian sistem kehidupan masyarakat menjadi susunan masyarakat sosialis Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan dari materi “ideologi” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kapitalisme
- Sejarah perkembangan kapitalisme dunia
- Anatomi kapitalisme
- Metamorfosa kapitalisme saat ini
- Kapitalisme di negara dunia ketiga (beserta teori yang membedahnya)
- Kapitalisme di Indonesia
- Kapitalisme di struktur politik pemerintahan Indonesia
- Implikasi kapitalisme terhadap kehidupan politik, ekonomi, budaya masyarakat Indonesia
2. Perbandingan sistem sosial politik dan sosial ekonomi antar negara dunia ketiga.
3. Marhaenisme
- Marhaenisme sebagai ideologi dunia
- Marhaenisme sebagai alat pengkonsolidir negara dunia ketiga
- Tantangan, peluang, dan hambatan marhaenisme dalam roda perkembangan sejarah dunia
- Marhaenisme dalam kehidupan masyarakat Indonesia
- Marhaenisme dalam manifestasinya
Materi Organisasi
Materi organisasi yang pertama adalah mengenai net working yang menyangkut taktik dan strategi yang digunakan oleh para kader dalam setiap gerakannya. Taktik strategi yang dimaksud adalah taktik dan strategi perlawanan terhadap “lawan taktis” dan “lawan strategis”, serta taktik dan strategi aliansi dan penggunaan kekuatan “kawan taktis” dan “kawan strategis”.
Dalam materi tersebut para kader diminta untuk melakukan eksplorasi pemikirannya tentang cara-cara memainkan peran dan pengelolaan issu yang baik dalam upaya memetakan dan mematahkan kekuatan lawan.
Materi organisasi kedua mengenai organizing yang menyangkut tentang cara-cara machtvorming yang dilakukan kader untuk tujuan massa aksi. Dalam materi tersebut setiap  kader diminta untuk melakukan eksplorasi pemikiran tentang pemetaan struktur-struktur sosial kemasyarakatan disertai dengan pola-pola yang merujuk pada geografis, geo-politik dan demografi komunitas bersangkutan. Materi organisasi ketiga adalah eksplorasi pemikiran kader tentang metode analisa yang dipakai terhadap segala persoalan di masyarakat untuk menguji konsistensi pisau analisanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan materi “organisasi” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kerja jaringan
- taktik strategi perlawanan terhadap kawan dan lawan
- taktik strategi aliansi dan penggunaan kekuatan kawan taktis dan strategis
- manajemen issu melalui agitasi dan propaganda
2. Pemetaan struktur sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat
3. Bangun kebudayaan
4. Taktik strategi pengorganisiran
5. Metode berpikir yang digunakan para kader ditinjau dari pisau analisa materialisme dialektika

Materi studi kasus
Materi studi kasus merupakan uji materi kemampuan kader dalam melakukan penganalisaan, pengorganisiran, dan perekonstruksian sistem masyarakat yang didasarkan pada asas-asas marhaenisme. Dalam menguji kemampuan kader tersebut, para kader diterjunkan langsung ke dalam komunitas masyarakat khususnya : komunitas petani/buruh perkebunan, komunitas nelayan, komunitas buruh manufaktur, komunitas miskin kota, atau komunitas lain atas pilihan kader sendiri dengan syarat diusulkan untuk mendapat persetujuan dari panitia KTP.
Selama proses penerjunan tesebut, setiap kader memiliki tugas untuk melakukan pemetaan, analisa sosial, pengorganisiran dan perekonstruksian sistem kehidupan komunitas. Setiap proses harus didokumentasikan dalam bentuk catatan tertulis dimana catatan-catatan tersebut nantinya akan disusun dalam sebuah bentuk karya tulis ilmiah yang mengacu pada format pembuatan disertasi. Karya tulis ilmiah tersebut akan diuji melalui pendadaran oleh “tim khusus” yang dibentuk oleh Presidium. Tim khusus yang dibentuk tersebut miminal meliputi unsur : filusuf, ideolog/antropolog, sosiolog, dan sejarawan.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara garis besar Kerangka Acuan materi “studi kasus” dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pemetaan sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat
2. Analisa sosial dalam sebuah komunitas
3. Pengorganisiran massa menuju satu massa aksi
4. Perekonstruksian sistem kemasyarakatan ke dalam susunan masyarakat atas dasar
marhaenisme.
5. Pendokumentasian studi kasus dalam bentuk karya tulis ilmiah yang mengacu pada format
penulisan standarisasi disertasi
6. Mekanisme pertanggung-jawaban kader selama studi kasus melalui uji pendadaran di
hadapan tim khusus yang dibentuk oleh Presidium.