Sunday, November 24, 2013

Nasonalisme Dalam Bahaya


(Posotonomi dan Terancamnya Kehidupan Negara-Bangsa)

Adakah sebuah identitas yang mempersatukan beragam etnis dan suku bangsa di Negara ini sehingga menghasilkan pencapaian yang dinamai Indonesia?. Jika tidak ada sebuah simbol dan identitas yang dapat mempersatukannya lalu kenapa sekarang kita masih hidup dalam sebuah negara-bangsa yang bernama Indonesia ini?. Hal ini menjadi menarik dibicarakan di tengah pertarungan Simbol antara identitas lokal, nasional dan global. Apalagi sebagian kalangan menyebut bahwa proses mencapai ke-Indonesiaan baru dilakukan secara politik yakni ketika diproklamirkan tahun 1945. Sedangkan perumusan identitas di wilayah kultural masih diperdebatkan hingga hari ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya pergolakan dan kekerasan di berbagai daerah tanah air beberapa tahun terakhir dan menimbulkan banyak kecemasan tentang integrasi nasional. Sebagai solusi atas masalah di atas maka lahirlah otonomi daerah.

Semangat otonomi sesungguhnya adalah sebuah semangat positif di dalam sebuah masyarakat bangsa yang telah membangun sebuah bangunan demokrasi. Di mana kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan bersama dapat tercapai menjadi tujuannya. Meskipun demikian, semangat otonomi itu dapat menjadi sebuah problem atau bahkan bahaya ketika ia berkembang tidak terkendali, ketika ia melampui batas dan bergerak ke arah ekstrim. Hal ini dilukiskan oleh Yasraf Amir Piliang dengan istilah posotonomi.

Posotonomi adalah kondisi ketika otonomi digunakan sebagai alat untuk menciptakan apa yang di dalam teori psikososial yang disebut oleh Edward E. Sampson sebagai “diri sebagai kontainer” (self as container). Orang merasa hidup dalam sebuah kontainer tertutup sebagai wadah dirinya yang ekslusif dalam rangka menjaga otentisitas, identitas, kesatuan dan stabilitas di dalam kontainer tersebut. Apapun yang ada di luar kontainer (wilayah teritorial) dianggap sebagai ancaman dan bahaya. Sebaliknya apa yang ada dalam container harus dibela, diperjuangkan dan dilindungi dengan gigih, bahkan dengan mengorbankan nyawa sekalipun.

Otonomi yang berkembang dalam bentuknya yang berdasarkan (daerah, gender, ras dan etnis) sekarang menurut Piliang adalah sebuah bentuk otonomi yang kehilangan spirit simbiosis mutualisme. Yang muncul kemudian adalah adalah kesalahpahaman mutual dan intoleransi mutual. Ketika prinsip simbiosis mutualisme ini ditinggalkan dalam pelaksanaan otonomi, maka terciptalah realitas otonomi yang disatu sisi lebih menekankan pada proses geopolitik, deteritorialisasi dan dekonstruksi atas wilayah dan pengaturannya.

Kondisi demikian membuat nasionalisme Indonesia dalam bahaya. Entitas Indonesia yang hanya disusun dari konsesi politik semata akan sangat cair dan rapuh. Apalagi umur Indonesia baru 64 tahun, sebuah usia yang masih sangat muda jika kita bandingkan dengan negara-bangsa lain seperti Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. Tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan hilang dimakan sejarah dan bubar sebagai sebuah negara-bangsa. Sejarah telah mencatat bahwa bubarnya Uni Soviet dan beberapa negara Eropa Timur mengawali runtuhnya sebuah nation-state dan munculnya negara baru yang didasari nasionalisme baru yang didasarkan pada etnisitas. Dalam bukunya Nationalism and The State yang ditulis oleh John Breuilly (1982) selalu menekankan sifat ganda dari setiap nasionalisme. Disatu pihak, ia bersifat integratif seperti halnya Jerman di bawah Bismarck atau Italia di bawah Cavour.

Di pihak lain, ia bersifat separatis seperti nasionalisme orang-orang Rumania yang hendak melepaskan diri dari kekaisaran Habsburg, atau nasionalisme Yunani dan Bulgaria yang ingin merdeka dari kekaisaran Ottoman. Sedang di Indonesia sendiri mengalami nasionalisme anti-kolonial yang integratif. Nation & character building yang dipelopori oleh Bung Karno semasa menjadi presiden dulu adalah usaha par-excelence untuk mengakhiri kekuasaan kolonial Belanda. Sayang sekali usaha yang belum tuntas tersebut berhenti di jalan sebagai akibat dari kericuhan politik yang berlangsung tahun 60-an dan membuat pergantian kekuasaan. Usaha yang tidak tuntas tersebut dapat kita lihat dampaknya sekarang ketika kolonialisme fisik telah lenyap dari Indonesia. Adakah yang membuat nasionalisme kita tetap relevan?

Hal ini diperparah dengan revolusi teknologi komunikasi, transportasi dan informasi mengubah habis sistem dan pranata sosial termasuk juga nasionalisme kita. Menurut Radhar Panca Dahana dalam esainya Nasionalisme, Tunggu Dulu menyatakan setidaknya ada tiga hal yang menjadi akibat revolusi diatas. Sehingga memaksa kita memeriksa ulang seluruh perhitungan politik, ekonomi, atau budaya kita selama ini. Yang pertama adalah jarak dan waktu yang kehilangan makna sebagai pemisah. Akibat kedua pada sifat dan pola relasi antarmanusia yang tak lagi memiliki acuan primordial dan kultural sama sekali. Melalui medium teknologis hubungan yang terjalin emosional menjadi semakin pragmatis, ringan bahkan artifisial. Hal ketiga adalah keberadaan kita yang tidak lagi dibatasi oleh demarkasi politik, hukum. Kata Indonesia sebagai kedaulatan atau batasan politis, ekonomis, hukum, militer atau budaya secara de facto mencair. Sebagai warga negara misalnya tak lain hanya sebuah perhitungan praktis domisili, hitungan di mana kita berdiam di bumi yang bulat ini dan di nomor berapa kita ber-KTP. Lihat saja masyarakat Eropa di mana sebagian gejalanya telah terjadi.

Lalu bagaimana dengan masa depan nasionalisme dan negara-bangsa bernama Indonesia?. Sejarah telah menunjukkan pada kita bagaimana kehancuran sebagian negara-bangsa walaupun mereka memiliki tradisi yang solid dan kukuh. Apalagi Indonesia yang sejak semula tak lebih dari sekedar imagined community. Tidak cukup menuliskannya saja dalam tiga lembar kertas ini.

AD/ ART GMNI


ANGGARAN DASAR

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

P E M B U K A A N
Dengan rahmat Tuhan Yang maha Esa, kami menyadari sepenuhnya tugas dan tanggung jawab kami sebagai mahasiswa yang berada ditengah-tengah rakyat.

Oleh karena itu, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, kami bertekad untuk tetap mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu terciptanya suatu tatanan masyarakat yang didalam segala halnya menyelamatkan Kaum Marhaen.
Sebagai mahasiswa Indonesia yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berjiwa Marhaenis, kami bertekad untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didalamnya terselenggara masyarakat Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan, maka dengan ini kami menyusun suatu organisasi GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu organisasi sebagai alat pendidikan kader bangsa dan alat perjuangan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sesuai dengan tujuan revolusi berdasarkan cita-cita proklamasi, maka dibentuklah susunan organisasi yang berkedaulatan dan berkeadilan agar didalamnya terselenggara suatu tatanan organisasi yang progresif revolusioner serta berkemampuan dalam menjalankan tugas-tugas kemasyarakatannya.
Untuk itu disusunlah ANGGARAN DASAR GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA, sebagai berikut :
BAB I

NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Organisasi ini bernama GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA disingkat GMNI.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 23 Maret 1954 untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
Pelaksana organisasi tertinggi berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II

A Z A S

Pasal 2
GMNI berazaskan Marhaenisme, yaitu Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Marhaenisme yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini sebagai azas perjuangan GMNI.

BAB III

TUJUAN DAN SIFAT

Pasal 3
GMNI adalah Organisasi Kader dan Organisasi Perjuangan yang bertujuan umtuk mendidik kader bangsa dalam mewujudkan masyarakat Sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945.
GMNI adalah Organisasi yang bersifat Independen, bebas aktif serta berwatak kerakyatan.

BAB IV

M O T T O

Pasal 4
GMNI mempunyai motto : PEJUANG PEMIKIR – PEMIKIR PEJUANG.

BAB V
U S A H A
Pasal 5
Melaksanakan tujuan organisasi dengan semangat gotong royong melalui usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan azas perjuangan GMNI.
Dalam menyelenggarakan usaha-usaha organisasi senantiasa memperhatikan kesatuan, persatuan dan keutuhan organisasi.

BAB VI

KEANGGOTAAN

Pasal 6
Anggota GMNI adalah mahasiswa warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menerima dan menyetujui Azas, Tujuan, Sifat, Motto dan Usaha organisasi serta memenuhi dan menerima syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 7

HAK DAN KEWAJIBAN KEANGGOTAAN
Hak-hak anggota :
Hak bicara dan Hak suara
Hak memilih dan Hak dipilih
Hak membela diri.
Hak mendapat perlindungan dari organisasi
Kewajiban anggota:
Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Peraturan serta Disiplin Organisasi.
Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi.
Aktif melaksanakan program dan kegiatan organisasi.

BAB VII

SUSUNAN ORGANISASI, PENGURUS DAN WEWENANG

Pasal 8
SUSUNAN ORGANISASI
GMNI ditingkat nasional dipimpin secara Kolektif-Kolegial oleh Presidium.
GMNI ditingkat propinsi dikoordinasi oleh Koordinator Daerah.
GMNI ditingkat cabang dipimpin oleh Dewan Pimpinan Cabang.
GMNI ditingkat Fakultas/Akademi/Perguruan Tinggi dipimpin oleh Pengurus Komisariat.
Pasal 9

PRESIDIUM
Pimpinan tertinggi yang bersifat Kolektif-Kolegial dengan keanggotaan yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Memimpin seluruh kegiatan organisasi nasional dan mewakili organisasi keluar serta kedalam.
Berkewajiban menjalankan segala ketetapan Kongres dan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakannya kepada Kongres berikutnya.
Tugas dan wewenang Presidium ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pelaksana administratif kebijakan Presidium adalah Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.
Tugas dan wewenang Sekretariat Jenderal ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Tata cara pengambilan keputusan dalam Presidium ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 10

KOORDINATOR DAERAH
Badan Koordinatif tertinggi di tingkat daerah yang bersifat kolektif dan bertugas menjalankan kebijakan Presidium di daerah.
Mengkoordinasikan seluruh kegiatan organisasi di tingkat daerah dan mewakili organisasi keluar serta kedalam daerah yang bersangkutan.
Tugas dan wewenang KORDA diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 11

DEWAN PIMPINAN CABANG
Pimpinan tertinggi ditingkat cabang dan memimpin kegiatan organisasi diwilayah cabang yang bersangkutan.
Berkewajiban menjalankan setiap ketetapan Konferensi Cabang dan mempertanggungjawabkan seluruh kebijakannya dalam Konferensi Cabang berikutnya.
Tata cara pengambilan keputusan dalam Dewan Pimpinan Cabang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Tugas dan wewenang Dewan Pimpinan Cabang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 12

PENGURUS KOMISARIAT
Pengurus Komisariat adalah Pimpinan Organisasi ditingkat Komisariat.
Berkewajiban menjalankan segala ketetapan-ketetapan Rapat Komisariat dan mempertanggungjawabkan segala kebijakannya dalam Rapat Komisariat berikutnya.
Tata cara pengambilan keputusan dalam Komisariat ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII

PERMUSYAWARATAN
Pasal 13
Permusyawaratan organisasi terdiri dari :
Kongres
Kongres Luar Biasa
Rapat Koordinasi Nasional
Forum Koordinasi Antar Cabang
Konferensi Cabang
Konferensi Cabang Khusus
Rapat Koordinasi Antar Komisariat
Rapat Komisariat
Pasal 14

KONGRES
Badan musyawarah tertinggi yang melaksanakan kedaulatan dan memutuskan kedaulatan serta memutuskan kebijakan nasional dalam organisasi.
Diselenggarakan 1(satu) kali dalam 2(dua) tahun.
Dapat mengadakan perubahan terhadap Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga.
Menyusun dan menetapkan Garis-Garis Besar Program Perjuangan (GBPP) organisasi untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
Memilih dan menetapkan Ketua, Sekretaris Jenderal dan Anggota Presidium.
Berwenang memutuskan dan membatalkan keanggotaan sekalipun tanpa dihadiri oleh yang bersangkutan (in-absentia).
Mengukuhkan dan menetapkan keputusan pemecatan anggota yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang.
Membatalkan keputusan pemecatan anggota yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang dan melakukan rehabilitasi keanggotaan.
Menilai pertanggungjawaban Presidium.
Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan Kongres berikutnya.
Pasal 15

KONGRES LUAR BIASA
Jika dipandang perlu dapat diadakan Kongres Luar Biasa.
Syarat-syarat mengenai penyelenggaraan Kongres Luar Biasa ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 16

RAPAT KOORDINASI NASIONAL
Diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
Dapat membuat rekomendasi terhadap perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Dapat membuat rekomendasi tentang perubahan Garis-Garis Besar Program Perjuangan (GBPP), untuk selanjutnya disahkan dalam Kongres.
Dapat membuat rekomendasi tentang perubahan Garis-Garis Besar Kebijakan Politik (GBKP), untuk selanjutnya disahkan dalam Kongres.
Memberikan rekomendasi kepada Presidium tentang kebijakan yang sedang dan akan ditempuhnya.
Dapat memberikan rekomendasi untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa.
Merumuskan dan mengadakan perubahan materi pokok kaderisasi serta mengevaluasi pelaksanaannya oleh Presidium.
Apabila dipandang perlu dapat menetapkan perubahan waktu dan tempat penyelenggaraan Kongres.
Tata cara penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 17

FORUM KOORDINASI ANTAR CABANG
Forum koordinasi antar cabang dalam satu propinsi.
Diselenggarakan minimal satu kali dalam enam bulan.
Dapat membuat rekomendasi dan keputusan yang menyangkut wilayah propinsi bersangkutan.
Tata cara penyelenggaraan Forum Koordinasi Antar Cabang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 18

KONFERENSI CABANG
Badan musyawarah tertinggi ditingkat cabang.
Diselenggarakan satu kali dalam dua tahun.
Menyusun dan menetapkan program umum Dewan Pimpinan Cabang untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
Memilih dan menetapkan Dewan Pimpinan Cabang.
Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Cabang.
Tata cara Konferensi Cabang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 19

KONFERENSI CABANG KHUSUS
Jika dipandang perlu dapat diadakan Konferensi Cabang Khusus.
Syarat-syarat Konferensi Cabang Khusus ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 20

RAPAT KOORDINASI ANTAR KOMISARIAT
Forum musyawarah koordinasi DPC dengan Komisariat-komisariat dalam suatu wilayah cabang.
Diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
Memberikan rekomendasi kepada Dewan Pimpinan Cabang tentang kebijakan yang sedang dan akan ditempuhnya.
Dapat memberikan rekomendasi tentang Konferensi Cabang Khusus.
Tata cara penyelenggaraan Rapat Koordinasi Antar Komisariat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 21

RAPAT KOMISARIAT
Badan musyawarah tertinggi ditingkat Komisariat.
Diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Merumuskan dan menetapkan tata cara rekruitmen calon anggota.
Merumuskan dan menetapkan program Komisariat.
Menilai laporan pertanggungjawaban pengurus Komisariat.
Memilih dan menetapkan pengurus Komisariat periode berikutnya.
Tata cara penyelenggaraan Rapat Komisariat ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB IX

ATRIBUT

Pasal 22
GMNI mempunyai bendera organisasi yang berbentuk segi empat panjang dengan warna merah di kedua sisinya dan warna putih di tengah yang memuat gambar bintang segi lima berikut kepala banteng ditengahnya serta tulisan “GmnI” dibawahnya.
GMNI mempunyai lambang : Mars, Hymne, dan Panji serta atribut organisasi lainnya yang ditetapkan Kongres.
Pembuatan dan pemakaian atribut organisasi diatur dalam peraturan intern Presidium yang diberlakukan secara nasional.

BAB X

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 23
Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan melalui Kongres dengan mendapat persetujuan dari sekurang-kurangnya 2/3 dari peserta yang hadir.
BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24
Segala sesuatu yang dalam Anggaran Dasar menimbulkan perbedaan penafsiran dikoordinasikan melalui hierarki organisasi dan dimusyawarahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional selanjutnya dipertanggungjawabkan dalam Kongres.
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Dasar, akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Kebijakan Organisasi lainnya.
Seluruh tingkatan organisasi yang pada saat ditetapkannya Anggaran Dasar ini, masih memiliki masa kepengurusan lebih dari 6 (enam) bulan harus melakukan penyesuaian selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Anggaran Dasar ini.
Mekanisme penyesuaian organisasi sebagaimana yang dimaksud ayat 3(tiga) diatas, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25
Anggaran Dasar ini disertai Anggaran Rumah Tangga dan lampiran penjelasannya yang merupakan bagian tak terpisahkan.
Anggaran Dasar ini disempurnakan dalam Kongres Persatuan GMNI XV di Pangkal Pinang, Bangka Belitung pada tanggal 27 Juni 2006 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Anggaran Rumah Tangga

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

BAB I

KEANGGOTAAN

Pasal 1
Keanggotaan GMNI tidak membeda-bedakan latar belakang suku, etnis, agama, golongan dan status sosial calon anggota.
Calon anggota adalah mereka yang masih dalam masa perkenalan selama 1(satu) bulan terhitung sejak tanggal pendaftaran atau sejak dimulainya masa perkenalan dimaksud.
Anggota adalah calon anggota yang sudah mengikuti Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB) yang selanjutnya dilakukan seleksi dan pengesahan oleh Dewan Pimpinan Cabang.
Dewan Pimpinan Cabang berwenang melakukan seleksi dan pengesahan terhadap calon anggota yang dihimpun oleh Komisariat untuk menjadi anggota melalui Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB).
Dewan Pimpinan Cabang berkewajiban menyerahkan daftar anggota kepada Presidium setiap 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 2

SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN
Mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus Komisariat atau Dewan Pimpinan Cabang dan menyatakan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila 1 Juni 1945, Undang-Undang Dasar 1945, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta peraturan-peraturan organisasi lainnya.
Tidak menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sejenis dan atau partai politik serta TNI-POLRI.
Umur maksimum calon anggota 25 tahun sejak tanggal mendaftarkan diri.
Membayar uang pangkal yang besarnya ditetapkan dalam peraturan intern berdasarkan kebijakan Dewan Pimpinan Cabang masing-masing.
Tercatat sebagai mahasiswa aktif pada saat mendaftarkan diri yang dibuktikan dengan menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa.
Pasal 3
Setiap anggota yang berpindah tempat di luar wilayah cabang bersangkutan, wajib membawa surat pengantar dan melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Cabang setempat.
3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan masa studinya, anggota masih diakui sebagai anggota biasa dengan batas usia 30 tahun, kecuali melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan batas usia maksimum 35 tahun.
Pasal 4

HAK-HAK ANGGOTA
Hak suara dan Hak bicara dalam rapat-rapat dan permusyawaratan organisasi selama tidak ada ketentuan lain untuk itu.
Memilih dan dipilih dalam segala jabatan organisasi selama tidak ada ketentuan lain untuk itu.
Bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usul kepada pimpinan secara langsung, baik lisan maupun tertulis berkaitan dengan kebijakan organisasi.
Melakukan pembelaan diri didalam Kongres terhadap pemecatan sementara.
Mendapat perlindungan organisasi sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kebijakan organisasi.
Pasal 5

KEWAJIBAN ANGGOTA
Mentaati Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan dan Keputusan serta ketentuan lainnya dalam organisasi.
Menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik organisasi.
Aktif melaksanakan tujuan, usaha dan program-program organisasi tanpa terkecuali.
Membayar uang iuran anggota yang besarnya ditetapkan melalui kebijaksanaan Dewan Pimpinan Cabang.
Merekrut dan mengumpulkan calon anggota baru selama 1 (satu) tahun, minimal 3 (tiga) orang.
Pasal 6

KEHILANGAN KEANGGOTAAN
Bukan mahasiswa lagi kecuali mereka yang memenuhi ketentuan pasal (3).
Bertempat tinggal di luar wilayah cabang yang bersangkutan dan tidak melaporkan kepindahannya kepada Dewan Pimpinan Cabang setempat dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan.
Bukan lagi Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas permintaan sendiri yang diajukan secara tertulis kepada Dewan Pimpinan Cabang serta mendapat persetujuan Presidium.
Dipecat dan yang bersangkutan tidak mampu melakukan pembelaan diri dalam Kongres.
Meninggal dunia.

BAB II

P E N G U R U S

Pasal 7
P R E S I D I U M
Kepengurusan Presidium bersifat Kolektif-Kolegial dan masing-masing Pengurus mempunyai kedudukan yang sederajat.
Jumlah Pengurus Presidium ditetapkan sekurang-kurangnya 13 (tiga belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang.
Pengurus Presidium dipilih dan ditetapkan dalam Kongres.
Pengurus Presidium dilarang merangkap jabatan dan keanggotaan dalam :
Organisasi Peserta Pemilu dan Partai Politik
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda sejenis
Organisasi lainnya yang ditetapkan oleh Kongres
Dalam melaksanakan kegiatan organisasi, diantara Pengurus Presidium dilakukan pembagian tugas secara fungsional melalui Tata Kerja Presidium yang ditetapkan dalam Rapat Presidium.
Kepengurusan Presidium maksimal 2 (dua) kali masa kepengurusan dan setelah itu tidak dapat dipilih kembali.
Jika dalam melaksanakan tugasnya terjadi kevakuman kepengurusan seorang Pengurus Presidium maka dapat dilakukan Pergantian Antar Waktu.
Pergantian Antar Waktu seperti yang dimaksudkan ayat 7, dapat dilakukan apabila :
Berhalangan tetap
Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab selama 3 (tiga) bulan
Diusulkan oleh Dewan Pimpinan Cabang bersangkutan
Pergantian Antar Waktu diputuskan melalui Rapat Presidium dan dipertanggungjawabkan pada Rapat Koordinasi Nasional.
Pada masa akhir jabatannya, Presidium menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam Kongres.
Presidium dikoordinasi oleh seorang Ketua Presidium.
Pasal 8

TUGAS DAN WEWENANG
Melaksanakan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketetapan-ketetapan Kongres lainnya.
Dalam melaksanakan ayat (1), Presidium menetapkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Presidium.
Membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional (BALITBANGNAS), Lembaga-lembaga tingkat nasional dan Komite-komite.
Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap AD/ART yang kemudian dimusyawarahkan dalam RAKORNAS dan dipertanggung jawabkan di KONGRES
Menetapkan Dewan Pimpinan Cabang berdasarkan ketetapan KONFERCAB.
Bila dipandang perlu Presidium berwenang mengupayakan penyelesaian sengketa pada tingkat organisasi dibawahnya.
Menyelenggarakan KONGRES dan RAKORNAS sesuai waktu yang ditetapkan.
Menegakkan disiplin organisasi.
Menyampaikan Progres Report dalam RAKORNAS.
Pasal 9

SEKRETARIAT JENDERAL
Dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang dipilih dalam Kongres.
Apabila Sekretaris Jenderal berhalangan, fungsi Sekretaris Jenderal dapat dilaksanakan oleh salah satu Pengurus Presidium yang ditetapkan dalam Rapat Presidium.
Sekretaris Jenderal bertugas menggerakan fungsi administrasi organisasi secara nasional.
Dalam melaksanakan tugasnya Sekretaris Jenderal dapat membentuk Sekretaris-sekretaris, yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Presidium.
Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas biro-biro yang berada dibawahnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Jenderal bertanggung jawab kepada Rapat Presidium.
Menetapkan Koordinator Daerah berdasarkan hasil Koordinasi Antar Cabang pada wilayah propinsi yang bersangkutan.
Pasal 10

RAPAT-RAPAT PRESIDIUM
Pengambilan kebijakan Presidium dilakukan melalui Rapat Presidium.
Setiap keputusan dalam Rapat Presidium pada dasarnya diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Apabila ayat (2) tidak dapat dilaksanakan dan keputusan yang diambil menyangkut keselamatan/eksistensi organisasi, maka dapat dilakukan penetapan berdasarkan suara terbanyak.
Apabila diantara keputusan yang akan diambil berada diluar ketetapan Kongres terlebih dahulu perlu mendapat permufakatan RAKORNAS.
Rapat Presidium hanya sah jika dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Pengurus Presidium.
Untuk kepentingan keselamatan/eksisitensi organisasi yang mendesak dimana ayat (5) diatas tidak terpenuhi, maka rapat ditunda 3 x 60 menit. Apabila penundaan tersebut ternyata tidak memenuhi ayat (5), maka Rapat Presidium dianggap sah bila dihadiri ½+1 dari jumlah Pengurus Presidium dan hasil-hasil tersebut dilaporkan pada Rapat Presidium berikutnya.
Keputusan Rapat Presidium mengikat semua Pengurus Presidium.
Pasal 11

KOORDINATOR DAERAH
Pembagian wilayah Koordinator Daerah ditetapkan oleh Keputusan Presidium
Calon-calon Pengurus Koordinator Daerah diusulkan oleh DPC-DPC pada Forum Koordinasi Antar Cabang
Jumlah anggota dan susunan Pengurus Koordinator Daerah ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orange dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang yang terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris dan seorang Bendahara serta Komite-Komite
Keanggotaan Koordinator Daerah maksimal 2 (dua) kali masa kepengurusan dan setelah itu tidak dapat dipilih kembali
Masa kepengurusan Koordinator Daerah 2 (dua) tahun
Dalam menjalankan tugasnya Koordinator Daerah bertanggungjawab kepada Presidium
Pasal 12

TUGAS DAN WEWENANG
Mengkoordinasikan program-program kerja nasional organisasi di wilayah propinsi yang diatur dalam Keputusan Presidium.
Berwenang menjabarkan program-program kerja nasional organisasi yang diatur dalam Keputusan Presidium untuk disesuaikan dengan kondisi wilayah propinsinya.
Membantu dan mengupayakan pertemuan-pertemuan antar cabang di wilayah propinsinya.
Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang baru di wilayah propinsinya.
Bersama-sama Presidium melaksanakan Kaderisasi Tingkat Pelopor.
Pasal 13

DEWAN PIMPINAN CABANG
Dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) Lembaga Perguruan Tinggi dapat dibentuk Dewan Pimpinan Cabang, setelah dibentuk minimal 3 (tiga) Komisariat.
Dalam melaksanakan kebijaksanaan sehari-hari Dewan Pimpinan Cabang bertanggung jawab kepada Presidium.
Pengurus Dewan Pimpinan Cabang tidak diperkenankan merangkap keanggotaan dan jabatan dalam :
Organisasi Partai Politik Peserta Pemilu
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda sejenis
Organisasi lainnya yang ditetapkan oleh Kongres
Pengurus pemangku sementara (caretaker) Dewan Pimpinan Cabang yang baru dibentuk oleh Presidium bertugas menyiapkan Konferensi Cabang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah ditetapkan.
Untuk pembentukan Dewan Pimpinan Cabang baru, dipersiapkan dalam waktu 1 (satu) tahun dan kemudian dapat ditetapkan sebagai cabang definitif.
Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang terdiri dari seorang Ketua, beberapa Wakil Ketua, seorang Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, seorang Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
Tata Kerja Dewan Pimpinan Cabang ditetapkan dalam Rapat Kerja Cabang, dalam melaksanakan hasil-hasil Konferensi Cabang.
Jika dalam melaksanakan tugasnya terjadi kevakuman Pengurus Dewan Pimpinan Cabang maka dapat dilakukan Pergantian Antar Waktu melalui Rapat Koordinasi Antar Komisariat.
Pada akhir masa jabatannya, Pengurus Dewan Pimpinan Cabang mempertanggung jawabkan segala kebijakannya dalam Konferensi Cabang.
Pasal 14

TUGAS DAN WEWENANG
Melaksanakan program-program kerja nasional organisasi di wilayah cabang yang diatur dalam keputusan Dewan Pimpinan Cabang.
Berkewajiban menjabarkan dan melaksanakan ketetapan-ketetapan Konfercab.
Dewan Pimpinan Cabang berwenang mengesahkan susunan Pengurus Komisariat hasil Rapat Komisariat.
Dewan Pimpinan Cabang berwenang untuk melakukan pemecatan sementara terhadap anggota yang dianggap melakukan pelanggaran berat terhadap peraturan dan disiplin organisasi.
Mempersiapkan pembentukan Komisariat-komisariat baru dalam wilayah cabang bersangkutan.
Membantu dan mengupayakan pertemuan-pertemuan antar Komisariat dalam wilayah cabangnya.
Bertugas memimpin seluruh kegiatan organisasi di tingkat Cabang.
Untuk menjalankan tugas-tugas organisasi, Dewan Pimpinan Cabang dapat membentuk dan mengangkat Biro-biro, Koordinator Komisariat sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 15

RAPAT-RAPAT DEWAN PIMPINAN CABANG
Dalam menjalankan ketetapan Konferensi Cabang, Dewan Pimpinan Cabang dapat membuat peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Cabang yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Pimpinan Cabang.
Setiap keputusan dalam Dewan Pimpinan Cabang, pada dasarnya diambil secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Penetapan keputusan berdasarkan suara terbanyak, dapat diambil jika keputusan tersebut menyangkut keselamatan/eksistensi organisasi.
Rapat Dewan Pimpinan Cabang hanya sah jika dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah pengurus Dewan Pimpinan Cabang.
Untuk kepentingan keselamatan/eksistensi organisasi yang mendesak dimana ayat (4) diatas tidak terpenuhi, maka rapat ditunda 3×60 menit. Apabila penundaan tidak memenuhi ayat (4), maka Rapat Dewan Pimpinan Cabang dianggap sah, bila dihadiri ½+1 dari pengurus Dewan Pimpinan Cabang dan hasil-hasil tersebut dilaporkan pada Rapat Dewan Pimpinan Cabang berikutnya.
Keputusan Rapat Dewan Pimpinan Cabang mengikat semua anggota Cabang bersangkutan.
Pasal 16

PENGURUS KOMISARIAT
Komisariat dapat dibentuk di setiap Fakultas/Akademi/Lembaga Perguruan Tinggi yang memiliki anggota minimal 10 orang.
Pengurus Komisariat merupakan struktur organisasi yang bertugas melakukan koordinasi pelaksanaan program operasional di tingkat Komisariat.
Pengurus Komisariat dipilih oleh Rapat Komisariat dan disahkan oleh Dewan Pimpinan Cabang.
Susunan Pengurus Komisariat terdiri dari seorang Komisaris, beberapa Wakil Komisaris, seorang Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, seorang Bendahara, beberapa Biro.
Pada Fakultas/Akademi/Universitas yang belum memiliki Pengurus Komisariat, dibentuk pemangku sementara (caretaker) Komisariat oleh Dewan Pimpinan Cabang yang bertugas mempersiapkan dan menyelenggarakan Rapat Komisariat.
Tata Kerja Pengurus Komisariat ditetapkan dalam Rapat Kerja Komisariat.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Pengurus Komisariat bertanggung jawab kepada Dewan Pimpinan Cabang.
Pasal 17

TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS KOMISARIAT
Melakukan koordinasi pelaksanaan program operasional organisasi di tingkat Fakultas/Akademi/Universitas.
Menghimpun calon anggota, menarik uang pangkal, dan iuran serta pengadaan tentang kebijakan nasional organisasi kepada seluruh anggota di tingkat basis.
Melaksanakan Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB) dan Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD).
Mengupayakan pertemuan-pertemuan antar komisariat.
Dalam menjalankan tugas-tugas organisasi, Pengurus Komisariat dapat membentuk Biro-Biro.

BAB III

PERMUSYAWARATAN

Pasal 18
K O N G R E S
Diselenggarakan Presidium dengan dibantu oleh kepanitiaan kongres yang dibentuk oleh Presidium.
Rancangan Materi, Acara dan Tata Tertib Kongres dipersiapkan oleh Presidium untuk selanjutnya dibahas dan ditetapkan oleh sidang-sidang Kongres.
Pembahasan Acara dan Tata Tertib dipimpin oleh Presidium dan selanjutnya dipimpin oleh pimpinan sidang terpilih.
Kongres sah jika dihadiri oleh 2/3 dari jumlah cabang definitif
Pasal 19

PESERTA KONGRES
Peserta Kongres adalah utusan Dewan Pimpinan Cabang definitif yang jumlahnya ditetapkan dalam keputusan Presidium.
Peninjau Kongres adalah Presidium, Pengurus Lembaga Tingkat Nasional, dan Biro-Biro Sekretariat Jenderal, Koordinator Daerah dan Dewan Pimpinan Cabang Caretaker.
Setiap peserta Kongres mempunyai satu hak suara.
Pasal 20

PENGAMBILAN KETETAPAN-KETETAPAN DALAM KONGRES
Ketetapan-ketetapan pada dasarnya diambil dengan mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Dalam keadaan dimana terdapat pendapat-pendapat yang tidak dapat dipertemukan, Kongres dapat meminta Presidium untuk menjelaskan pokok persoalan.
Apabila ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi, ketetapan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak. Ketetapan sah jika disetujui oleh minimal 1/2+1 peserta yang mempunyai hak suara.
Pasal 21

KONGRES LUAR BIASA
Kongres Luar Biasa hanya dapat diselenggarakan dalam keadaan darurat yang dinilai dapat mengancam eksistensi dan keutuhan organisasi, setelah mendapat persetujuan minimal 2/3 DPC Definitif.
Rancangan Materi, Acara, dan Tata Tertib Kongres Luar Biasa, disiapkan oleh Presidium untuk selanjutnya ditetapkan dalam sidang-sidang Kongres Luar Biasa.
Pembahasan Acara dan Tata Tertib dipimpin oleh Presidium, dan selanjutnya dipimpin oleh Pimpinan Sidang Terpilih.
Pelaksanaan Kongres Luar Biasa ditetapkan melalui RAKORNAS melalui inisiatif Presidium dan atau Dewan Pimpinan Cabang yang disetujui oleh 2/3 DPC Definitif.
Pengambilan keputusan dalam Kongres Luar Biasa mengacu pada pasal 20 Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 22

RAPAT KOORDINASI NASIONAL
Diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh Presidium, dan dibantu oleh panitia yang dibentuk oleh Presidium.
Apabila ayat (1) tidak dapat diselenggarakan sesuai dengan Anggaran Dasar pasal 15 ayat 1, maka DPC-DPC dapat menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional bila disetujui minimal 2/3 DPC Definitif.
Rancangan Materi, Acara dan Tata Tertib disiapkan oleh Panitia Rakornas.
Pembahasan Acara dan Tata Tertib dipimpin oleh Presidium, dan selanjutnya dipimpin oleh Pimpinan Sidang Terpilih.
Rapat Koordinasi Nasional sah jika dihadiri oleh 2/3 DPC Definitif.
Ketetapan-ketetapan dalam Rapat Koordinasi Nasional pada dasarnya diambil dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Apabila ayat (7) tidak dapat dilakukan, maka ketetapan Rapat Koordinasi Nasional sah apabila disetujui oleh minimal ½+1 peserta yang hadir.
Pasal 23

FORUM KOORDINASI ANTAR CABANG
Diselenggarakan oleh Koordinator Daerah dalam satu wilayah propinsi, dengan membentuk Kepanitiaan yang dibentuk dalam Rapat Antar DPC-DPC.
Rancangan Materi, Acara dan Tata Tertib disiapkan oleh Panitia Forum Koordinasi Antar Cabang.
Ketetapan-ketetapan dalam Forum Koordinasi Antar Cabang pada prinsipnya diambil dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Pasal 24

KONFERENSI CABANG
Diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang dibantu oleh panitia Konferensi Cabang yang dibentuk melalui Rapat Dewan Pimpinan Cabang.
Pembahasan Acara dan Tata Tertib dipimpin oleh Dewan Pimpinan Cabang dan selanjutnya dipimpin oleh Pimpinan Sidang terpilih.
Konferensi Cabang sah jika dihadiri oleh 2/3 Komisariat Definitif.
Ketetapan-ketetapan Konferensi Cabang pada dasarnya diambil dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
Jika ayat (4) tidak dapat dilakukan, maka ketetapan dalam Konferensi Cabang dianggap sah jika disetujui oleh minimal ½+1 peserta yang hadir.
Pasal 25

KONFERENSI CABANG KHUSUS
Konferensi Cabang Khusus hanya dapat diselenggarakan dalam keadaan darurat yang dinilai mengancam eksistensi dan keutuhan organisasi, setelah mendapat persetujuan 2/3 Komisariat Definitif.
Pembahasan Acara dan Tata Tertib dipimpin oleh Dewan Pimpinan Cabang, dan selanjutnya dipimpin oleh Pimpinan Sidang terpilih.
Rancangan Materi, Acara dan Tata Tertib Konferensi Cabang Khusus disiapkan oleh Dewan Pimpinan Cabang, untuk selanjutnya ditetapkan dalam sidang-sidang Konferensi Cabang Khusus.
Pelaksanaan Konferensi Cabang Khusus ditetapkan melalui Rapat Koordinasi Antar Komisariat atas inisiatif Dewan Pimpinan Cabang dan atau 2/3 Komisariat Definitif.
Ketetapan dalam Konferensi Cabang Khusus diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Jika ayat (5) tidak terpenuhi, maka ketetapan Konferensi Cabang Khusus, sah jika disetujui oleh ½+1 jumlah peserta yang hadir.
Pasal 26

RAPAT KOORDINASI ANTAR KOMISARIAT
Diselenggarakan 6 (enam) bulan sekali oleh Dewan Pimpinan Cabang.
Apabila ayat (1) tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan Anggaran Dasar pasal (20) ayat (1), maka Komisariat-Komisariat dapat menyelenggarakan Rapat Koordinasi Antar Komisariat bila disetujui oleh minimal ½+1 jumlah Komisariat definitif di wilayah cabang yang bersangkutan.
Rapat Koordinasi Antar Komisariat sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Komisariat definitif.
Rancangan Materi, Acara dan Tata Tertib Rapat Koordinasi Antar Komisariat disiapkan oleh DPC.
Dapat memberikan rekomendasi tentang pelaksanaan Konferensi Cabang Khusus.
Ketetapan-ketetapan dalam Rapat Koordinasi Antar Komisariat pada prinsipnya diambil dengan mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Jika ayat (6) tidak dapat terpenuhi maka Ketetapan Rapat Koordinasi Antar Komisariat sah apabila disetujui oleh minimal ½+1 jumlah peserta yang hadir.
Pasal 27

RAPAT KOMISARIAT
Diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat.
Rapat Komisariat sah jika dihadiri oleh 2/3 jumlah anggota Komisariat yang bersangkutan.
Rancangan Materi, Acara dan Tata Tertib Rapat Komisariat, disiapkan oleh Pengurus Komisariat, untuk selanjutnya ditetapkan dalam Rapat Komisariat.
Ketetapan-ketetapan dalam rapat Komisariat, pada dasarnya diambil dengan musyawarah untuk mufakat.
Jika ayat (4) tidak dapat dilakukan, maka ketetapan Rapat Komisariat sah bila disetujui oleh minimal ½+1 peserta yang hadir.
DPC hadir dalam Rapat Komisariat sebagai Peninjau, Pengurus Komisariat sebagai Peserta Kehormatan, dan utusan Komisariat lainnya sebagai undangan.

BAB IV

PENTAHAPAN KADERISASI
Pasal 28
Pentahapan Kaderisasi pada dasarnya adalah proses kaderisasi untuk menunjang kesinambungan, kualitas kepemimpinan dan pengabdian organisasi.
Setiap anggota adalah kader berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Presidium.
Kaderisasi dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu :
Kaderisasi Tingkat Dasar disingkat KTD
Kaderisasi Tingkat Menegah disingkat KTM
Kaderisasi Tingkat Pelopor disingkat KTP

B A B V

DISIPLIN ORGANISASI

Pasal 29
Dilarang melakukan kegiatan yang mencemarkan kehormatan dan nama baik organisasi.
Dilarang melakukan tindakan yang dapat menimbulkan pertentangan dan perpecahan dalam tubuh organisasi serta tindakan lainya yang menyimpang dari kebijakan organisasi.
Dilarang menyebar luaskan paham, isu serta fitnah yang dapat menimbulkan permusuhan diantara anggota dan masyarakat pada umumnya.
Larangan sebagaimana dalam ayat (1), (2) dan (3) tersebut diatas berlaku bagi seluruh anggota tanpa membeda-bedakan jenjang jabatan dalam organisasi.
Pasal 30

PENILAIAN PELANGGARAN DISIPLIN
Penilaian pelanggaran disiplin anggota dilakukan langsung oleh Pengurus Komisariat bersangkutan dan secara tidak langsung oleh Dewan Pimpinan Cabang.
Penilaian pelanggaran disiplin oleh Pengurus Komisariat dilakukan oleh Dewan Pimpinan Cabang dengan memperhatikan pandangan anggota.
Penilaian pelanggaran disiplin oleh Dewan Pimpinan Cabang dilakukan oleh Presidium dengan memperhatikan pandangan pengurus Komisariat dan atau anggota.
Penilaian pelanggaran disiplin oleh Presidium dilakukan oleh Rapat Presidium, dibahas dan disahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional.
Pasal 31

PELAKSANAAN TINDAKAN DISIPLIN
Pelaksanaan tindakan disiplin dilakukan sesuai dengan hirarki organisasi.
Jenis tindakan disiplin dan mekanisme pelaksanaanya diatur dalam Peraturan dan Keputusan Organisasi.
Dewan Pimpinan Cabang dapat melakukan pemecatan sementara terhadap Anggota yang melakukan pelanggaran disiplin.
Anggota yang mengalami pemecatan sementara dapat melakukan pembelaan diri dalam Kongres.
Pemecatan diputuskan dalam Kongres setelah yang bersangkutan tidak dapat membela diri dalam Kongres.

BAB VI

PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 32
Yang dimaksud dengan sengketa dalam hal ini adalah perselisihan diantara anggota yang membahayakan keutuhan organisasi.
Pedoman penyelesaian sengketa adalah kemurnian azas, keluhuran budi, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan organisasi lainnya, persatuan dan kesatuan serta keutuhan organisasi.
Pasal 33

PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA
Penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan hirarki organisasi.
Apabila dipandang perlu, dapat dibentuk tim khusus yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Apabila sengketa tidak dapat diselesaikan dan sengketa tersebut dinilai membahayakan keutuhan organisasi, maka pengurus organisasi pada hirarki diatasnya berhak mengambil kebijaksanaan yang dianggap perlu.

B A B VII

KEKAYAAN ORGANISASI

Pasal 34
Yang dimaksud dengan kekayaan organisasi adalah seluruh harta benda yang dimiliki oleh organisasi.
Organisasi berkewajiban memelihara harta benda dan diinventarisasikan secara baik.

B A B VIII

KEUANGAN
Pasal 35
Keuangan organisasi diperoleh dari uang pangkal, iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat dan usaha- usaha lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
B A B IX

HIRARKI PERATURAN ORGANISASI

Pasal 36
Tata urutan Peraturan Organisasi disusun secara hirarkis sebagai berikut :
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Ketetapan Kongres
Keputusan Rapat Koordinasi Nasional
Peraturan Presidium
Keputusan Presidium
Instruksi Presidium
Keputusan Rapat Koordinasi Antar Cabang
Ketetapan Konferensi Cabang
Keputusan Rapat Koordinasi Antar Komisariat
Peraturan Dewan Pimpinan Cabang
Keputusan Dewan Pimpinan Cabang
Instruksi Dewan Pimpinan Cabang
Ketetapan Rapat Komisariat
Keputusan Pengurus Komisariat

B A B X

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Segala sesuatu yang dalam Anggaran Rumah Tangga menimbulkan perbedaan penafsiran, dimusyawarahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional.
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, akan diatur dalam Peraturan dan Kebijakan Organisasi lainnya.
Seluruh tingkatan organisasi yang pada saat ditetapkannya Anggaran Rumah Tangga ini, masih memiliki masa kepengurusan lebih dari 6 (enam) bulan, harus melakukan penyesuaian selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Anggaran Rumah Tangga ini.
Mekanisme organisasi untuk melakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud dengan ayat (3) adalah :
Dewan Pimpinan Cabang melalui mekanisme Konferensi Cabang
Pengurus Komisariat melalui mekanisme Rapat Komisariat

B A B XI

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Anggaran Rumah Tangga ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar.
Anggaran Rumah Tangga ini, disempurnakan kembali dalam Kongres XV, sekaligus sebagai Kongres Persatuan GMNI di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tanggal 27 Juni 2006 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

TENTANG GMNI

GMNI lahir dengan identitasnya yang hakiki sebagai “ORGANISASI PERJUANGAN” yang berlandaskan “Ajaran Sukarno”. Untuk itu ada beberapa prinsip perjuangan yang harus tetap melekat dalam diri GMNI dan menjadi watak dasar perjuangan GMNI yakni:
GMNI berjuang untuk Rakyat.
GMNI berjuang bersama-sama Rakyat.
A. Makna “GERAKAN” Dalam Nama GMNI
GMNI adalah suatu organisasi Gerakan, atau dalam bahasa inggris disebut ‘Movement’. Karena Gerakan GMNI dilakukan oleh sekelompok manusia yang berstatus ‘Mahasiswa’, maka GMNI disebut pula sebagai “Student Movement”.
Adapun yang dimaksud dengan “Gerakan” adalah: Suatu usaha atau tindakan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh sekelompok manusia, dengan menggunakan sumua potensi yang ia miliki (mis: sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dll), atau yang ada di dalam masyarakat dengan tujuan untuk melakukan pembaruan-pembaruan terhadap sistem masyarakat, agar terwujud suatu tatanan masyarakat yang dicita-citakan bersama.
B.GMNI; Organisasi Perjuangan dan Perjuangan Terorganisir
GMNI merupakan Organisasi Perjuangan dan Gerakan Perjuangan Terorganisir. Artinya, gerakan Perjuangan harus menjadi Jiwa, Semangat atau Roh GMNI. Dan segala tindak perjuangan GMNI harus terorganisir yakni senantiasa mengacu pada Doktrin Perjuangan yang menjadi azas GMNI.
C. Tujuan Perjuangan GMNI
Sebagai Organisasi gerakan Perjuangan, yang menjadi Tujuan Perjuangan GMNI adalah: Mendidik kader bangsa mewujudkan masyarakat Pancasila sesuai dengan amanat UUD 1945 yang sejati. Sebab dalam keyakinan GMNI, hanya dalam masyarakat Pancasila yang sejati, Kaum Marhaen dapat diselamatkan dari bencana kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan terhindar dari berbagai bentuk penindasan.
D. GMNI Bersifat Independen
GMNI adalah organisasi yang independen dan berwatak kerakyatan. Artinya, GMNI tidak beraffiliasi pada kekuatan politik manapun, dan berdaulat penuhdengan prinsip percaya [ada kekuatan diri sendiri.
Independensi bukan berarti netral, sebab GMNI senantiasa proaktif dalam perjuangan sesuai dengan Azas dan Doktrin Perjuangan yang ia jalankan. Walaupun demikian, GMNI tidak independen dari Kaum Marhaen serta Kepentingan Kaum Marhaen.
E. Makna “MAHASISWA” Dalam GMNI
GMNI adalah organisasi Mahasiswa. Sebagai konsekwensi dari sifat ini, maka yang boleh menjadi anggota GMNI hanya mereka yang berstatus mahasiswa. Namun demikian tidak semua mahasiswa dapat menjadi anggota GMNI, sebab yang dapat menjadi anggota GMNI hanya mereka yang mau berjuang, atau Insan Mahasiswa Pejuang. Tentu yang dimaksud dengan Mahasiswa Pejuang disini adalah mereka yang berjuang atas dasar Ajaran Sukarno.
F. Makna “NASIONAL” Dalam GMNI
GMNI adalah organisasi yang berlingkup nasional. Artinya bukan organisasi kedaerahan, keagamaan, kesukuan, atau golongan yang bersifat terbatas. Makna Nasional juga mengandung pengertian bahwa yang diperjuangkan oleh GMNI adalah kepentingan Nasional. Sebagai organisasi yang berwatak Nasionalis, maka Nasionalisme GMNI jelas adalah Nasionalisme Pancasila.
G. GMNI Adalah Organisasi Kader Sekaligus Organisasi Massa
GMNI adalah organisasi Kader sekaligus organisasi Massa, artinya GMNI merupakan wadah pembinaan kader-kader pejuang bangsa; dan dalam perjuangannya itu, kader GMNI senantiasa menyatu dengan berjuta-juta massa Marhaen. GMNI tidak berjuang sendirian, tetapi harus bersama-sama dan untuk seluruh rakyat, sebab Doktrin Perjuangan GMNI menggariskan demikian.

Saturday, November 23, 2013

DEWAN PIMPINAN CABANG MALANG GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

Raden Arjuna adalah putra ketiga dari pasangan Dewi Kunti dan Prabu Pandu atau sering disebut dengan ksatria Panengah Pandawa. Seperti yang lainnya, Arjuna pun sesungguhnya bukan putra Pandu, namun ia adalah putra dari Dewi Kunti dan Batara Indra. Dalam kehidupan orang jawa, Arjuna adalah perlambang manusia yang berilmu tingga namun ragu dalam bertindak. Hal ini nampak jelas sekali saat ia kehilangan semangat saat akan menghadapi saudara sepupu, dan guru-gurunya di medan Kurusetra. Keburukan dari Arjuna adalah sifat sombongnya. Karena merasa tangguh dan juga tampan, pada saat mudannya ia menjadi sedikit sombong.

Arjuna memiliki dasanama sebagai berikut : Herjuna, Jahnawi, Sang Jisnu, Permadi sebagai nama Arjuna saat muda, Pamade, Panduputra dan Pandusiwi karena merupakan putra dari Pandu, Kuntadi karena punya panah pusaka, Palguna karena pandai mengukur kekuatan lawan, Danajaya karena tidak mementingkan harta, Prabu Kariti saat bertahta menjadi raja di kayangan Tejamaya setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakaca, Margana karena dapat terbang tanpa sayap, Parta yang berarti berbudi luhur dan sentosa, Parantapa karena tekun bertapa, Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan di dalam baratayuda, Mahabahu karena memiliki tubuh kecil tetapi kekuatannya besar, Danasmara karena tidak pernah menolak cinta manapun, Gudakesa, Kritin, Kaliti, Kumbawali, Kumbayali, Kumbang Ali-Ali, Kuntiputra, Kurusreta, Anaga, Barata, Baratasatama, Jlamprong yang berarti bulu merak adalah panggilan kesayangan Werkudara untuk Arjuna, Siwil karena berjari enam adalah panggilan dari Prabu Kresna, Suparta, Wibaksu, Tohjali, Pritasuta, Pritaputra, Indratanaya dan Indraputra karena merupakan putra dari Batara Indra, dan Ciptaning dan Mintaraga adalah nama yang digunakan saat bertapa di gunung Indrakila. Arjuna sendiri berarti putih atau bening.
Pada saat lahir, sukma Arjuna yang berwujud cahaya yang keluar dari rahim ibunya dan naik ke kayangan Kawidaren tempat para bidadari. Semua bidadari yang ada jatuh cinta pada sukma Arjuna tersebut yang bernama Wiji Mulya. Kegemparan tersebut menimbulkan kemarahan para dewa yang lalu menyerangnya. Cahaya yang samar samar tersebut lalu berubah menjadi sesosok manusia tampan yang berpakaian sederhana.
Hilangnya sukma Arjuna dari tubuh Dewi Kunthi menyebabkan kesedihan bagi Prabu Pandu. Atas nasehat Semar, Pandu lalu naik ke kayangan dan meminta kembali putranya setelah diberi wejangan oleh Batara Guru.

Sejak muda, Arjuna sudah gemar menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Menurutnya lingkungan masyarakat adalah gudang dari ilmu. Guru-gurunya antara lain adalah Resi Drona, dari Resi Dona ia mendapat senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali, yang kedua adalah Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna berguru pada Ramaparasu, namun dalam kisah pewayangan, hal tersebut hampit tidak pernah disinggung.
Dalam pewayangan diceritakan bahwa Arjuna memiliki lebih dari 40 orang istri namun hanya beberapa saja yang terkenal dan sering di singgung dalam pedalangan. Istri-istri Arjuna adalah sebagai berikut :
- Endang Jimambang berputra Bambang Kumaladewa dan Bambang Kumalasekti
- Dewi Palupi atau Dewi Ulupi berputra Bambang Irawan
- Dewi Wara Sumbadra berputra Raden Angkawijaya atau Raden Abimanyu.
- Dewi Srikandi tidak berputra
- Dewi Ratri berputra Bambang Wijanarka
- Dewi Dresnala berputra Bambang Wisanggeni
- Dewi Juwitaningrat berputra Bambang Senggoto yang beujud raksasa
- Endang Manuhara berputri Dewi Pregiwa dan Dewi Manuwati
- Dewi Banowati berputri Endang Pergiwati (diasuh oleh Endang Manuhara)
- Dewi Larasati berputra Bambang Sumitra dan Bambang Brantalaras
- Dewi Gandawati berputra Bambang Gandakusuma
- Endang Sabekti berputra Bambang Priyembada
- Dewi Antakawulan berputra Bambang Antakadewa
- Dewi Supraba berputra Bambang Prabakusuma
- Dewi Wilutama berputra Bambang Wilugangga
- Dewi Warsiki tidak diketahui putranya
- Dewi Surendra tidak diketahui putranya
- Dewi Gagarmayang tidak diketahui putranya
- Dewi Tunjungbiru tidak diketahui putranya
- Dewi Leng-Leng Mulat tidak diketahui putranya
- Dewi Citranggada berputra Bambang Babruwahana
- Dewi Lestari tidak berputra
- Dewi Larawangen tidak berputra
- Endang Retno Kasimpar tidak berputra
- Dewi Citrahoyi tidak berputra
- Dewi Manukhara tidak berputra

Banyaknya istri yang dimiliki Arjuna ini dalam cerita pewayangan bukanlah merupakan gambaran seseorang yang serakah istri atau mata keranjang, namun gambaran bahwa Arjuna dapat menerima dan diterima oleh semua golongan.
Ketika muda, Arjuna pernah ingin memperistri Dewi Anggraini, istri Prabu Ekalaya atau juga sering disebut Prabu Palgunadi dari kerajaan Paranggelung. Saat itu Arjuna yang ingin memaksakan kehendaknya mengakibatkan Dewi Anggraini bunuh diri karena ia hanya setia pada suaminya. Prabu Ekalaya yang mengetahui hal itu menantang Arjuna, namun kehebatan Prabu Ekalaya ternyata lebih dari Arjuna. Arjuna lalu mengadu pada Drona. Ia beranggapan gurunya telah ingkar janji dengan pernah menyebutkan tidak akan pernah mengajari memanah kepada siapapun selain Arjuna. Resi Drona lalu pergi kepada Prabu Ekalaya. Prabu Ekalaya memang adalah penggemar dari Resi Drona, namun karena ia tak dapat berguru secara langsung, ia menciptakan arca Drona di istananya untuk diajak bicara dadn berlatih. Oleh Drona hal tersebut dianggap sebagai suatu hal terlarang dengan memasang arcanya di sana. Maka sebagai gantinya Resi Drona lalu meminta Cincin Mustika Ampal yang telah tertanam di ibu jari Prabu Ekalaya. Oleh drona jari tersebut lalu dipotong lalu di tempelkan pada jari Arjuna. Sejak itulah Arjuna memiliki enam jari pada tangan kanannya. Hal ini dalam bahasa Jawa disebut siwil. Saat bertemu dengan Arjuna lagi, Prabu Ekalaya kalah. Saat itu ia menyadari bahwa ia telah diperdaya, maka sebelum mati ia berkata akan membalas dendam pada Drona kelak dalam Perang Baratayuda.

Arjuna memiliki banyak sekali senjata dan aji-aji.Senjata-senjata Arjuna antara lain adalah Panah Gendewa dari Batara Agni setelah ia membantu Batara Agni melawan Batar Indra dengan membakar Hutan Kandawa, Panah Pasopati dari Kirata, seorang pemburu jelmaan Batara Guru, sebelum Arjuna membunuh Niwatakaca, Mahkota Emas dan berlian dari Batara Indra, setelah ia mengalahkan Prabu Niwatakaca dan menjadi Raja para bidadari selama tujuh hari, keris Pulanggeni, keris Kalanadah yang berasal dari taring Batara Kala, Panah Sarotama, Panah Ardadali, Panah Cundamanik, Panah Brahmasirah, Panah Angenyastra, dan Arya Sengkali, keempatnya dari Resi Drona, Minyak Jayangketon dari Begawan Wilawuk, mertuanya, pusaka Mercujiwa, panah Brahmasirah, cambuk kyai Pamuk, panah Mergading dan banyak lagi. Selain itu aji-aji yang dimiliki Arjuna adalah sebagai berikut :
- Aji Panglimunan/Kemayan : dapat menghilang
- Aji Sepiangin : dapat berjalan tanpa jejak
- Aji Tunggengmaya : dapat mencipta sumber air
- Aji Mayabumi : dapat meperbesar wibawa dalam pertempuran
- Aji Mundri/Maundri/Pangatep-atep : dapat menambah berat tubuh
- Aji Pengasihan : menjadi dikasihi sesama
- Aji Asmaracipta : menambah kemampuan olah pikir
- Aji Asmaratantra : menambah kekuatan dalam perang
- Aji Asmarasedya : manambah keteguhan hati dalam perang
- Aji Asmaraturida : meanmbah kekuatan dalam olah rasa
- Aji Asmaragama : menambah kemampuan berolah asmara
- Aji Anima : dapat menjadi kecil hingga tak dapat dilihat
- Aji Lakuna : menjadi ringan dan dapat melayang
- Aji Prapki : sampai tujuan yang diinginkan dalam sekejap mata
- Aji Matima/Sempaliputri : dapat mengubah wujudnya.
- Aji Kamawersita : dapat perkasa dalam olah asmara
Arjuna pernah membantu Demang Sagotra rukun dengan istrinya saat ia mencari nasi bungkus untuk Nakula dan Sadewa setelah peristiwa Balesigala-gala. Konon hal ini yang membuat Demang Sagotra rela menjadi tawur kemenangan Pandawa kelak dalam Perang Baratayuda Jayabinangun.
Setelah Pandawa dihadiahi hutan Kandaprasta yang terkenal angker, Arjuna bertemu dengan Begawan Wilawuk yang sedang mencarikan pria yang diimpikan putrinya. Saat itu Begawan Wilawuk yang berujud raksasa membawa Arjuna dan menikahkannya dengan putrinya, Dewi Jimambang. Konon ini adalah istri pertama dari Arjuna. Dari mertuanya, ia mendapat warisan minyak Jayangketon yang berhasiat dapat melihat makhluk halus jika dioleskan di pelupuk mata. Minyak ini berjasa besar bagi para Pandawa yang saat itu berhadapan dengan Jin Yudistira dan saudara-saudaranya yang tak dapat dilihat mata biasa. Saat itu pulalah Arjuna dapat mengalahkan Jin Dananjaya dari wilayah Madukara. Jin Danajaya lalu merasuk dalam tubuh Arjuna. Selain mendapat nama Dananjaya, Arjuna juga memperoleh wilayah kesatrian di Madukara dengan Patih Suroto sebagai patihnya.

Saat menjadi buangan selama 12 tahun di hutan setelah Puntadewa kalah dalam permainan dadu Arjuna pernah pergi untuk bertapa di gunung Indrakila dengan nama Begawan Mintaraga. Dia saat yang sama Prabu Niwatakaca dari kerajaan Manimantaka yang meminta Dewi Supraba yang akan dijadikan istrinya. Saat itu tak ada seorang dewapun yang dapat menandingi kehebatan Prabu Niwatakaca dan Patihnya Ditya Mamangmurka. Menurut para dewa, hanya Arjunalah yang sanggup menaklukan raja raksasa tersebut. Batara Indra lalu mengirim tujuh bidadari untuk memberhentikan tapa dari Begawan Mintaraga. Ketujuh bidadari tersebut adalah Dewi Supraba sendiri, Dewi Wilutama, Dewi Leng-leng Mulat, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki, Dewi Gagarmayang dan Dewi Surendra. Tetapi ketujuh bidadari tersebut tetap saja tidak berhasil menggerakkan sang pertapa dari tempat duduknya. Setelah ketujuh bidadari tersebut kembali ke kayangan dan melaporkan kegagalannya, tiba-tiba munculah seorang raksasa besar yang mengobrak-abrik gunung Indrakila. Oleh Ciptaning, Buta tersebut di sumpah menjadi seekor babi hutan. Lalu babi hutan tersebut dipanahnya. Disaat yang bersamaan panah seorang pemburu yang bernama Keratapura. Setelah melalui perdebatan panjang dan perkelahian, ternyata Arjuna kalah. Arjuna lalu sadar bahwa yang dihadapinya tersebut adalah Sang Hyang Siwa atau Batara Guru. Ia lalu menyembah Batara Guru. Oleh Bataar Guru Arjuna diberi panah Pasopati dan diminta mengalahkan Prabu Niwatakaca.
Ternyata mengalahkan Prabu Niwatakaca tidak semudah yang dibayangkan. Arjuna lalu meminta bantuan Batari Supraba. Dengan datangnya Dewi Supraba ke tempat kediaman Prabu Niwatakaca, membuat sang Prabu sangat senang karena ia memang telah keseng-sem dengan sang dewi. Prabu Niwatakaca yang telah lupa daratan tersebut menjawab semua pertanyaan Dewi Supraba, sedang Arjuna bersembunyi di dalam gelungnya. Pertanyaan tersebut diantaranya adalah dimana letak kelemahan Prabu Niwatakaca, sang Prabu dengan tenang menjawab, kelemahannya ada di lidah. Seketika itu Arjuna muncul dan melawan Prabu Niwatakaca. Karena merasa di permainkan, Prabu Niwatakaca membanting Arjuna dan mengamuk sejadi-jadinya. Saat itu Arjuna hanya berpura-pura mati. Ketika Niwatakaca tertawa dan sesumbar akan kekuatannya, Arjuna lalu melepaskan panah Pasopatinya tepat kedalam mulut sang prabu dan tewaslah Niwatakaca.

Arjuna lalu diangkat menjadi raja di kayangan Tejamaya, tempat para bidadari selama tujuh hari (satu bulan di kayangan = satu hari di dunia). Arjuna juga boleh memilih 40 orang bidadari untuk menjadi istrinya dimana ketujuh bidadari yang menggodanya juga termasuk dalam ke-40 bidadari tersebut dan juga Dewi Dresnala, Putri Batara Brahma. Selain itu Arjuna juga mendapat mahkota emas berlian dari Batara Indra, panah Ardadali dari Batara Kuwera, dan banyak lagi. Arjuna juga diberi kesempatan untuk mengajukan suatu permintaan. Permintaan Arjuna tersebut adalah agar Pandawa jaya dalam perang Baratayuda. Hal ini menimbulkan kritik keras dari Semar yang merupakan pamong Arjuna yang menganggap Arjuna kurang bijaksana. Menurut Semar, Arjuna seharusnya tidak egois dengan memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan keturunan Pandawa lainnya. Dan memang benar, kesemua Putra Pandawa yang terlibat dalam Perang Baratayuda tewas.
Di saat Arjuna sedang duduk-duduk tiba-tiba datanglah Dewi Uruwasi. Dewi Uruwasi yang telah jatuh cinta terhadap Arjuna meminta dijadikan istrinya. Arjuna menolak secara halus, namun Dewi Uruwasi yang sudah buta karena cinta tetap mendesak. Karena Arjuan tetap menolak, Dewi Uruwasi mengutuknya akan menjadi banci kelak. Arjuna yang sedih dengan kutukan tersebut dihibur Batara Indra. Menurut Batara Indra hal tersebut akan berguna kelak dan tak perlu disesali.Setelah kembali dari Kayangan, Arjuna dan saudara-saudaranya harus menyamar di negri Wirata. Dan disinilah kutukan Dewi Uruwasi berguna. Arjuna lalu menjadi guru tari dan kesenian, dan menjadi banci yang bernama Kendri Wrehatnala. Di akhir penyamarannya, Arjuna kembali menjadi seorang ksatria dan mengusir para kurawa yang ingin mnghancurkan kerajaan Wirata. Arjuna lalu akan dikawinkan dengan Dewi Utari namun Arjuna meminta agar Dewi Utari dikawinkan dengan putranya yaitu Raden Abimanyu.
Kendati Arjuna adalah seorang berbudi luhur namun ia tetap tidak dapat luput dari kesalahan. Hal ini menyangkut hal pilih kasih. Saat putranya Bambang Sumitra akan menikah dengan Dewi Asmarawati, Arjuna terlihat acuh tak acuh. Oleh Semar, lalu acara tersebut diambil alih sehingga pesta tersebut berlangsung dengan sangat meriah dengan mengadirkan dewa-dewa dan dewi-dewi dari kayangan. Arjuna kemudian sadar akan kekhilafannya dalam hal pilih-pilih kasih. Suatu pelajaran yang dapat dipetik disini adalah sebagai orang tua hendaknya tidak memilih-milih kasih pada anak-anaknya.

Dalam perang Baratayuda Arjuna menjadi senopati Agung Pandawa yang berhasil membunuh banyak satriya Kurawa dan juga senotapi-senopati lainnya. Yang tewas di tangan Arjuna antara lain Raden Jayadrata yang telah membunuh putra kesayangannya yaitu Abimanyu, Prabu Bogadenta, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Burisrawa, dan Adipati Karna.
Masih dalam Baratayuda, Arjuna yang baru saja kehilangan putra kesayangannya menjadi kehilangan semangat, ditambah lagi guru dan saudara-saudaranya satu-persatu gugur di medan Kurusetra. Prabu Kresna lalu memberi nasihat bahwa dalam perang itu tidak ada kawan-lawan, kakak-adik ataupun guru-murid semuanya adalah takdir dan harus dijalani. Ajaran ini dikenal dengan nama Bagawat Gita. Yang membuat semangat ksatria penengah pandawa tersebut kembali menyala saat akan berhadapan dengan Adipati Karna, saudara tua seibu.
Setelah Perang Baratayuda berakhir, Dewi Banowati yang memang telah lama berselingkuh dengan Arjuna kemudian diperistrinya. Sebelumnya Arjuna telah memiliki seorang putri dari Dewi Banowati. Di saat yang sama Prabu Duryudana yang mulai curiga dengan hubungan istrinya dan Arjuna lalu berkata bahwa jika yang lahir bayi perempuan, itu adalah putri dari Arjuna dan Banowati akan diusir tetapi jika itu laki-laki maka itu adalah putranya. Saat bayi tersebut lahir ternyata adalah seorang perempuan. Banowati sangat panik akan hal itu. Namun atas pertolongan Kresna, bayi tersebut ditukar sebelum Prabu Duryudana melihatnya. Bayi perempuan yang lalu diasuh oleh Dewi Manuhara, istri Arjuna yang lain kemudian di beri nama Endang Pergiwati. Karena kelahirannya hampir sama dengan putri Dewi Manuhara yang bernama Endang Pergiwa, lalu keduanya di aku kembar. Sedang untuk putra dari Dewi Banowati dan Prabu Duryudana, Prabu Kresna mengambil seorang anak gandrawa dan diberi nama Lesmana Mandrakumara. Karena ia adalah anak gandrawa yang dipuja menjadi manusia, maka Lesmana Mandrakumara memiliki perwatakan yang cengeng dan agak tolol. Malang bagi Dewi Banowati, pada malam ia sedang mengasuh Parikesit, ia dibunuh oleh Aswatama yang bersekongkol dengan Kartamarma dan Resi Krepa untuk membunuh Parikesit yang masih Bayi. Dihari yang sama Dewi Srikandi, dan Pancawala juga dibunuh saat sedang tidur. Untunglah bayi parikesit yang menangis lalu menendang senjata Pasopati yang di taruh Arjuna di dekatnya dan membunuh Aswatama.
Arjuna yang sedang sedih karena Banowati telah dibunuh bersama Dewi Srikandi lalu mencari seorang putri yang mirip dengan Dewi Banowati. Putri tersebut adalah Dewi Citrahoyi, istri Prabu Arjunapati yang juga murid dari prabu Kresna. Prabu Kresna yang tanggap akan hal itu lalu meminta Prabu Arjunapati menyerahkan istrinya pada Arjuna. Prabu Arjunapati yang tersinggung akan hal itu menantang Prabu Kresna berperang dan dalam pertempuran itu Prabu Arjunapati gugur sampyuh dengan Patih Udawa dan Dewi Citrahoyi lalu menjadi istri Arjuna.

Setelah penguburan para pahlawan yang gugur dalam perang Baratayuda dan pengangkatan Prabu Puntadewa menjadi raja Astina dengan gelar Prabu Kalimataya, Arjuna melaksanakan amanat kakaknya dengan mengadakan Sesaji Korban Kuda atau disebut Sesaji Aswameda. Arjuna yang diiringi sepasukan tentara Astina lalu mengikuti seekor kuda kemanapun kuda itu berjalan dan kerajaan-kerajaan yang dilewati kuda tersebut harus tunduk pada Astina, jika tidak Arjuna dan pasukannya akan menyerang kerajaan tersebut. Semua kerajaan yang dilewati kuda tersebut ternyata dapat dikalahkan. Arjuna lalu kembali ke Astina dan akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan keempat saudaranya dan Dewi Drupadi.